REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Nilai rupiah makin terpuruk akibat kebijakan impor yang diterapkan pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga kebutuhan pokok, kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis.
"Ini merupakan akibat pemerintah menempuh 'policy instant', apa-apa impor. Jadi kebutuhan valuta asing meningkat," kata Harry di Batam, Kamis.
Kebijakan impor, kata Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar itu, memang dapat bekerja secara instan untuk menurunkan harga kebutuhan masyarakat. Namun, pemerintah tidak memikirkan jangka panjang dari impor, yaitu kebutuhan valuta asing yang meningkat hingga melemahkan nilai rupiah.
"Kebijakan impor menyebabkan tekanan pada nilai tukar rupiah. Dan pemerintah bersikap seolah-olah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia (BI) semata," kata dia.
Menurut dia, seharusnya dalam menyelesaikan masalah kenaikan harga, pemerintah lebih bijaksana dengan membuat kebijakan yang pro pada industri lokal seperti penguatan infrastruktur dan tidak bergantung pada impor. "Belanja infrastruktur dinaikan," kata dia.
Infrastruktur yang baik dipercaya dapat meningkatkan investasi dan hasil produksi dalam negeri sehingga pasokan kebutuhan pun tercukupi sehingga impor tidak lagi dibutuhkan.
Senada dengan Harry, anggota DPRD Kota Batam Ricky Indrakari mengatakan kebijakan impor yang diterapkan pemerintah ikut memicu pelemahan nilai rupiah. Untuk kembali menguatkan nilai rupiah, kebijakan itu perlu ditinjau ulang.
Apalagi di Batam, kebanyakan kebutuhan masyarakat diimpor dari Negari Jiran, seperti buah, minuman kaleng dan tekstil. Padahal kebutuhan itu bisa didapatkan dari dalam negeri.
"Bahkan secara sadar, produk makanan minuman kaleng Singapura dan Malaysia itu sudah menjadi oleh-oleh wajib bagi setiap orang Indonesia yang akan pulang kampung," kata Ricky.