REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kerugian akibat subsidi gas elpiji ukuran 12 kilogram (kg) pada 2012 mencapai Rp 17 triliun. Apabila tahun ini tarif gas tak disesuaikan, kerugian akibat subsidi gas elpiji tersebut bisa mencapai Rp 22 triliun.
Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya mengungkapkan, selama ini perusahaan pelat merah itu mengalami dekapitalisasi. ‘’Kemampuan untuk tumbuh terganggu,’’ kata dia di Kantor Pusat Pertamina, Senin (12/8).
Menurutnya, kerugian sebesar Rp 22 triliun akibat subsidi bisa digunakan untuk mengembangkan bisnis Pertamina. Dana tersebut, ungkapnya, bisa digunakan untuk akuisisi dan meningkatkan prasarana di hilir.
Hanung menambahkan, subsidi untuk gas elpiji harus segera dicabut agar kerugian tak semakin membesar. Pasalnya, subsidi tersebut menghambat kemajuan Pertamina.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan mengungkapkan, dampak subsidi gas elpiji 12 kg itu berujung pada tergerusnya laba. ‘’Bisa berkurang hingga lima triliun,’’ kata dia.
Menurut Karen, jika pada tahun kemarin Pertamina bisa mengantongi keuntungan hingga Rp 27 triliun sebenarnya bisa mencapai 32 triliun. Pasalnya lima triliun itu melayang karena subsidi gas elpiji itu.
Dia menyayangkan, duit Rp 5 triliun tak pernah direkam sebagai keuntungan Pertamina. Padahal lenyapnya uang itu karena subsidi gas elpiji 12 kg bukan karena kesalahan pengelolaan perusahaan yang dipimpinnya itu.
Karena berpendapat, suatu saat harga gas elpiji 12 kg pasti akan naik. Masalahnya hanya masalah waktu dan saat yang tepat untuk menaikkan. Harga komoditas, kata dia, harus disesuaikan dengan harga keekonomian.
Dia berharap, untuk menekan kerugian masyarakat beralih ke bright gas. Namun, tak ada pengurangan stok gas elpiji dengan adanya bright gas. Hanya saja, tabung-tabung gas itu tak akan dicat karena sudah tak ada biaya untuk pemeliharaan jenis gas tersebut. “”Pertamina sudah rugi masa harus me-maintenance lagi, itu konsekuensi dari konsumen,’’ tegas Karen.