REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Inflasi konsumer Cina di sepanjang Juli diumumkan stabil. Penurunan harga produsen diperkirakan menjadi tanda baru stabilisasi ekonomi negara terpadat di dunia tersebut.
Harga barang konsumen di bulan Juli meningkat 2,7 persen bila dibandingkan dengan periode yang tama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini sejalan dengan target pemerintah, yaitu di bawah 3,5 persen. Harga makanan naik lima persen.
Harga produsen, atau harga yang diberikan saat barang meninggalkan pabrik, jatuh 2,3 persen bila dibandingkan dengan Juli 2012. Rasio ini lebih kecil bila dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu 2,7 persen.
"Inflasi Juli menunjukkan permintaan yang cukup rendah," ujar analis dari Moody's Analytics Alaistair Chan, seperti dilansir laman AP, Jumat (9/8).
Inflasi kali ini sedikit di bawah ekspektasi analis. Inflasi konsumer secara politis sangat sensitif di negeri tirai bambu tersebut. Sebab, tingginya inflasi akan berpengaruh pada pendapatan negara yang dipimpin komunis tersebut. Namun tekanan akan kenaikan harga semakin melemah karena banyaknya pasokan dan sedikitnya permintaan di banyak industri.
Inflasi yang stagnan juga memberikan ruang bagi Beijing untuk menstimulus ekonomi dengan pemotongan suku bunga atau anggaran pemerintah jika diperlukan.
Pejabat negara telah memangkas pajak bagi pelaku usaha kecil dan menengah serta menaikkan anggaran konstruksi kereta untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Di paruh pertama tahun buku 2013 ekonomi Cina tumbuh hanya 7,5 persen. Namun berdasarkan data perdagangan dan industri terbaru menunjukkan pertumbuhan ekonomi Cina mulai stabil.
Impor Juli melonjak 10,9 persen bila dibandingkan setahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan tingginya permintaan domestik. "Pertumbuhan yang solid di impor komoditas menunjukkan meningkatnya investasi," kata Chan.
Pimpinan komunis Cina telah memerintahkan perusahaan dan industri termasuk baja, semen, dan kaca untuk menutup eberapa pabriknya. Hal ini dilakukan untuk meredam kelebihan kapasitas produksi.
Hal ini dinilai telah membantu mengurangi inflasi. Namun berdampak pada kebangkrutan sejumlah perusahaan karena kekaacauan finansial.
Perdana Menteri Li Keqiang pada Juni mengungkapkan memiliki sejumlah rencana jangka pendek untuk menstimulasi ekonomi Cina. Salah satunya adalah dengan memangkas anggaran pemerintah yang tinggi dan mendukung konsumsi domestik.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat Cina akan impor. Meskipun inflasi tergolong rendah, analis Galaxy Securities Xu Dongshi menilai masih terlalu dini untuk memutuskan apakah ekonomi Cina tengah membaik. "Masih terlalu dini untuk mengatakan ekonomi Cina mengalami rebound," kata Xu.
Sebab pemerintah memerlukan waktu untuk mengembalikan masalah struktur ekonomi.