Senin 29 Jul 2013 15:57 WIB

Petani Kerap Mencurigai Calon Investor

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Petani menanam bibit di sawah. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Yusran Uccang
Petani menanam bibit di sawah. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan  mengatakan tidak mudah mencetak sawah di Indonesia. Lahan sawah sebagian besar dimiliki oleh petani, dimana mereka kerap menaruh curiga pada kedatangan calon investor. "Tantangan utama dari petani sendiri, small holder. Faktanya, mereka yang punya lahan," ujar Wamentan, Senin (29/7).

Selain itu, kebanyakan sawah juga sudah dikenakan Hak Guna Usaha (HGU). Pemerintah tidak bisa serta-merta mengambil sawah untuk dicetak, meskipun undang-undang membolehkan pengambilalihan lahan apabila pemegang HGU tidak mengolah lahannya dalam jangka waktu tiga tahun.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekalipun kesulitan melakukan pendekatan kepada petani. Padahal dari segi dana, BUMN dianggap mampu untuk melakukan investasi untuk membangun lahan perusahaan. Banyak perusahaan besar dikatakan mengeluhkan hal yang sama, dimana petani memberikan respon negatif ketika perusahaan hendak melakukan penjajakan untuk peluang ini.

Selama ini petani kerap menjaga sendiri kedautan sawah miliknya, walaupun lahannya terbilang kecil hanya  sekitar 0,3 meter. "Ketika mereka sedang melakukan penjajakan, petani sudah curiga duluan," ujarnya.

Kementan saat ini masih berupaya agar moratorium lahan pertanian segera direalisasikan. Moratorium nantinya  berlaku selama tiga tahun sejak 2013 sampai 2015. Pulau Jawa dikatakn menjadi wilayah yang paling banyak terjadi alih fungsi lahan dibandingkan wilayah lain. "Kalau ini dilakukan, program mencetak sawah di luar Jawa bisa kita lakukan," ungkap Rusman.

Rusman mengaku belum ada pihak asing manapun yang menunjukkan ketertarikan terhadap lahan pertanian di Indonesia. Ia pun belum mendengar mengenai nota kesepahaman (MoU) antara perusahaan perkebunan Cina Liaoning Wufeng Agricultural dengan Malaysian Amarak Group dan perusahaan lokal Indonesia, Tri Indah Mandiri. Rencana investasi sebesar 2 miliar dolar AS ini direncanakan  untuk membangun lahan persawahan dan proyek pengolahan terpadu.

"Belum ada penawaran dari pihak asing, karena bagaimanpun ini menyangkut kedaulatan sawah kita yang masih dikuasai smallholder, susah," kata dia kepada ROL.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement