Senin 29 Jul 2013 14:04 WIB

BKPM: Banyak yang Ingin Investasi Persawahan, Tapi Sebatas MoU

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Nidia Zuraya
Kantor BKPM
Kantor BKPM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia sudah mendengar kabar adanya nota kesepahaman (MoU) antara perusahaan perkebunan Cina Liaoning Wufeng Agricultural dengan Malaysian Amarak Group dan perusahaan lokal Indonesia, Tri Indah Mandiri sebesar 2 miliar dolar AS untuk membangun lahan persawahan dan proyek pengolahan terpadu di Indonesia pada November 2013. Namun BKPM enggan untuk berkomentar banyak.

Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengaku sudah mendengar kabar tersebut sejak sepekan yang lalu dari media. Tetapi kebenaran kabar itu dinilainya belum jelas. “Saya juga belum membaca langsung MoU itu, jadi saya tidak mau berkomentar,” katanya kepada ROL, Senin (29/7).

Namun, dia menambahkan, selama ini banyak investor yang melakukan MoU, namun ternyata tidak ada realisasi investasinya. Azhar mencontohkan, kabar masuknya investor asing di sektor agrobisnis persawahan pernah beredar kencang saat Soeharto masih menjadi presiden, namun realitanya itu tidak pernah terjadi.

Dia menegaskan, kalau investasi tersebut benar adanya, tentu pihaknya akan sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Apalagi nilai investasi itu dikabarkan tidak sedikit, yaitu 2 miliar dolar AS.

Menurutnya, investasi di agrobisnis persawahan juga tidak termasuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI). Jadi, sejak dulu BKPM sudah membuka pintu masuk untuk investor supaya berinvestasi di sektor kedelai, jagung, padi, sampai persawahan di Indonesia. "Asalkan mereka mematuhi aturan, yaitu investor asing dapat berinvestasi maksimal sebanyak 49 persen. Sementara sisanya dikuasai pihak Indonesia," ungkap Azhar.

Aturan tersebut, tambah Azhar, terkait dengan undang-undang (UU) tanaman pokok. Namun faktanya, dia melanjutkan, realisasi investasi asing di bidang agrobisnis persawahan belum pernah terjadi. Kalaupun ada investasi, itu hanyalah di sektor perkebunan kelapa sawit.

Azhar menyebutkan, masalah itu terjadi karena banyak tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum terjadi realisasi investasi. Setelah MoU, biasanya para investor yang mencari lokasi lahan, benih, pupuk, sampai mencari tenaga kerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement