REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ekonomi syariah yang digadang-gadang menjadi jawaban berbagai permasalahan ekonomi umat dinilai harus dipastikan masuk ke desa-desa agar ekonomi syariah dapat melindungi keadilan ekonomi masyarakat.
Ketua Presidium Klub Studi Pergerakan, Munandar Nugraha bercerita, pada 2011 dia pernah mendampingi penelitian tentang identifikasi potensi ekonomi pedesaan di Desa Toro, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Fakta yang ditemukan adalah ekonomi masyarakat di sana masih sangat bergantung pada rentenir.
Kebiasaan masyarakat meminjam uang pada rentenir atau biasa disebut mengijon pada masa tanam sangat merugikan petani pada masa panen. Biasanya mengijon dilakukan untuk keperluan mendesak seperti berobat, melahirkan dan kematian. Parahnya jika satu kali saja petani mengijon maka untuk dapat melunasi utangnya paling cepat dibutuhkan waktu dua kali masa panen.
Dia mengatakan banyak cerita kebaikan dan sukses bank syariah, namun fakta di lapangan hal itu masih menjaddi cerita dan belum sepenuhnya dirasakan masyarakat. "Tentu akan menjadi cerita indah jikaa ekonomi syariah masuk ke desa, baik yang di pegunungan maupun pesisir," ujar Munandar, dalam "Public Lecture Ramadhan Muliaman D. Hadad Bicara Perkembangan Ekonomi Syariah" di Hotel Lumire, Jakarta, Selasa (23/7).
Ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah juga dihadapkan pada tantangan lembaga keuangan pegadaian non formal kian menjamur yang memberikan layanan kebutuhan dana cepat dengan persyaratan administrasi mudah namun berbunga tinggi pada masyarakat. "Riba menjamur di negeri ini dan maraknya pengguna layanan ini seolah memberi 'legitimasi' atas praktik yang berlangsung," ucapnya.