Kamis 18 Jul 2013 13:48 WIB

PKS: Terkait Pajak UKM, Perlu Aturan Perhitungan Omzet

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Salah satu hasil produksi UKM (ilustrasi).
Foto: Antara
Salah satu hasil produksi UKM (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam menilai sebelum penerapan pajak usaha kecil dan menengah (UKM) sebesar satu persen bagi pelaku usaha beromzet kurang dari Rp 4,8 miliar per tahun, seharusnya dibuat perangkat aturan dan prosedur perhitungan omzet. Hal tersebut disebabkan sebagian besar pelaku UKM belum memiliki pembukuan yang baik, alih-alih akuntabel. "Pemerintah harus membuat terobosan menghadapi permasalahan tersebut," ujar Ecky kepada ROL, Kamis (18/7).

Terobosan itu, menurutnya, penting karena kalau dipaksakan sebelum adanya kesiapan cara perhitungan omzet, justru membuka peluang moral hazard.  "Bisa membuka kongkalikong," kata legislator asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. 

Ecky mengatakan fakta di lapangan membuktikan, ketidakjelasan suatu aturan perpajakan membuat perselisihan antara wajib pajak dengan pengumpul pajak. "Yang ujung-ujungnya adalah negosiasi atau kompromi. Walau harus diakui bahwa saat ini lebih baik dari kondisi lima tahun lalu," tuturnya.

Pajak UKM diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. yang diterbitkan 12 Juni 2013.  Pajak yang dikenakan dalam beleid ini lebih ringan karena didasari oleh omzet bulanan. Sedangkan tarif normal yang seharusnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU PPh Nomor 36/2008 adalah 25 persen untuk WP badan dan rata-rata 15 persen untuk WP pribadi. 

Lebih lanjut, Ecky mengatakan hal yang mendesak saat ini adalah perlu dibuatnya aturan kewajiban laporan keuangan yang terstandardisasi secara sederhana. Direktorat Jenderal Pajak, kata Ecky memiliki tantangan terkait pajak ini. "Tantangannya adalah bagaimana kita bisa meyakini kewajaran omzet pembukuan tidak memadai dan tidak akuntabel," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement