REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian telah menerbitkan kebijakan mengenai mobil murah dan ramah lingkungan (low cost green car/LCGC). Peraturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 33/M-IND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau.
Keberadaan beleid tersebut dinilai kontraproduktif dengan kebijakan transportasi massal serta penghematan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. "Nggak ada sesuatu yang bertentangan dengan itu. Nggak ada, nggak begitu," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa kepada ROL di kantornya, Senin (15/7).
Menurut Hatta, inti dari keberadaan beleid itu adalah pengurangan ketergantungan kepada BBM. Kedua, keberadaan LCGC diharapkan dapat mendukung program udara bersih yang digencarkan pemerintah. "Ketiga, kita ingin jadi basis produksi," kata Hatta.
Lebih lanjut, Hatta memastikan program-program pendukung transportasi massal tetap berjalan. Di antaranya adalah proyek mass rapid transit (MRT) dan monorail. "Itu jalan semua," ujar Hatta.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan eksekusi aturan insentif LCGC akan berimplikasi pada penggunaan energi yang lebih efisien. "Sehingga dari sisi besaran subsidi yang dikeluarkan untuk BBM juga banyak bisa terbantu. (Tapi) saya belum tahu berapa besar nanti subsidi yang terbantu," ujar Chatib akhir pekan kemarin.
Menurut Chatib, aturan insentif LCGC jelas membuat harga mobil yang diproduksi menjadi lebih murah. Selain itu, investasi diharapkan berdatangan dengan adanya beleid yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono per 23 Mei 2013 itu.
"Tapi dengan aturan ini tentu penggunaan energi yang efisien saya pikir ini sesuatu yang baik," kata Chatib. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2013, alokasi belanja subsidi BBM tercatat Rp 199,8 triliun.