REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Koperasi syariah diprediksi akan tumbuh rata-rata 25 persen pertahun. Dalam enam tahun ke depan, koperasi syariah diproyeksi mencapai pertumbuhan 100 kali lipat dibandingkan tahun ini.
Sejak diselenggarakanya sistem ekonomi syariah di Tanah Air, koperasi syariah yang selama ini dikenal sebagai BMT tumbuh subur. Berdasarkan data Inkopsyah BMT, hingga saat ini ada 600 anggota yang merupakan koperasi syariah primer dan jika di total seluruh asetnya terhimpun sebesar Rp 8 triliun.
Ketua Induk Koperasi Syariah Baitulmaal Waa Tanwil (Inkopsyah BMT), Abdullah Yazid, mengatakan berbagai persoalan dan hambatan harus diselesaikan jika koperasi syariah di Indonesia ingin maju. Pertama perihal regulasi, di mana pengendalian pengawasan terhadap koperasi simpan pinjam dan jasa keuangan selama ini belum ada dan hal ini harus ada regulatornya seperti halnya Bank Indonesia (BI) di perbankan.
Begitu juga terkait dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS), di BMT juga harus ada regulasi khusus dan koordinasi dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hambatan kedua yakni masih rendahnya pemahaman publik mengenai ekonomi syariah. Akibatnya masyarakat belum bisa membedakan antara koperasi syariah dan koperasi konvensional.
Ketiga, sumber daya manusia (SDM) yang selama ini masih menjadi kendala sangat besar bagi koperasi syariah, apalagi menghadapi persaiangan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). "Ketiga masalah itu menjadi pekerjaan rumah tersendiri dalam mengembangan koperasi syariah di Indonesia," ucap Abdullah dalam siaran persnya, kemarin.
Inkopsyah BMT akan terus berkomitmen dalam melakukan gerakan koperasi sebagai pilar ekonomi nasional. Menurutnya, Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) yang jatuh Jumat (12/7) lalu dapat menjadi momentum bagi koperasi syariah untuk melakukan konsolidasi diri. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dalam mendampingi segala macam kebutuhan para anggota.