Selasa 18 Jun 2013 11:18 WIB

Pemerintah Harus Siapkan Mitigasi Dampak Kenaikan Harga BBM

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
BBM Bersubsidi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
BBM Bersubsidi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rapat Paripurna DPR yang berakhir Senin (17/6) malam telah menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan UU Nomor 19 Tahun 2012 tentang APBN Tahun 2013 untuk disahkan menjadi UU. Dengan demikian, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan diberlakukan dalam waktu dekat. 

Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Ecky Awal Mucharam menjelaskan kenaikan harga BBM akan berujung pada kenaikan harga barang dalam dua putaran. Yakni enam bulan pertama dari Juli sampai dengan Desember 2013 dan semester pertama 2014.

Konsekuensinya, ujar Ecky, penurunan daya beli masyarakat akan terjadi karena kenaikan harga-harga umum. "Ini akan mendorong perlambatan ekonomi karena variabel konsumsi dalam negeri yang menjadi motor pertumbuhan menurun," kata Ecky kepada ROL, Selasa (18/6). 

Sebagai gambaran, pertumbuhan ekonomi dalam UU APBNP 2013 disepakati sebesar 6,3 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan usulan pemerintah kepada parlemen yaitu 6,2 persen.  Sedangkan pada kuartal I 2013, pertumbuhan berada di angka 6,02 persen atau lebih rendah dibandingkan kuartal IV 2012 6,11 persen. 

Di dalam APBNP 2013, terdapat lima program kompensasi kenaikan harga BBM yaitu program keluarga harapan (PKH), beras untuk masyarakat miskin (raskin), bantuan siswa miskin (BSM), bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) dan pembangunan infrastruktur dasar. Mitigasi resiko yang akan dirasakan masyarakat bawah harus dengan cermat dan serius dilakukan. 

Khusus untuk BLSM, Ecky mengharapkan agar bantuan tersebut tidak menimbulkan gejolak sosial baru seperti 2009 lalu. "Konflik horizontal harus dicegah," kata Ecky.

Selain itu, menurutnya, pemerintah perlu memberikan insentif fiskal kepada industri jasa transportasi. Di sisi lain, program konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) harus benar-benar dilaksanakan. "Namun yang paling penting adalah kuota BBM agar bisa di bawah alokasi 48 juta kiloliter," ujar Ecky.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement