REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS -- Industri keuangan syariah di Tunisia diprediksi menguasai pangsa pasar 25 persen hingga 40 persen dari keseluruhan sektor keuangan negara dalam lima tahun ke depan. Pemerintah setempat sempat mengabaikan keuangan syariah. Namun setelah revolusi 2011, pemerintah Tunisia memutuskan mempromosikan keuangan syariah.
Saat ini rekening bisnis syariah di Tunisia hanya 2,5 persen dari sektor keuangan negara tersebut. Studi keuangan Tunisia memperkirakan aset keuangan syariah akan mencapai 17,8 miliar hingga 28,5 miliar dolar AS pada 2018, meningkat dari jumlah saat ini 1,4 miliar dolar AS.
Jajak pendapat yang dilakukan terhadap 700 warga Tunisia menyebutkan 54 persennya mempertimbangkan beralih ke perbankan syariah. Sebanyak 40 persen mengatakan setuju akan beralih. Namun dari 64 responden mengakui belum tahu betul bagaimana keuangan syariah bekerja.
Salah satu dorongan bagi keuangan syariah di Tunisia adalah rencana pemerintah menerbitkan sukuk pertama negara itu. "Saya berharap proses penerbitan berlangsung di semester kedua 2013," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dan Kerjasama Keuangan Kementerian Keuangan, Chaker Soltani seperti dikutip Gulf Times, Senin (17/6).
Bank Pembangunan Islam (IDB) telah memberikan Tunisia jaminan keuangan untuk menerbitkan sukuk senilai 600 juta dolar AS. Pekan lalu, IDB mengatakan akan memperpanjang dana untuk industri, pertanian dan perdagangan Tunisia senilai 1,2 miliar dolar AS.
Wakil Direktur Pengawasan Umum dann Peraturan Perbankan di Bank Sentral Tunisia, Mohamed Sadraoui, mengatakan jendela syariah (unit bank konvensional yang menawarkan jasa keuangan syariah) akan diizinkan beroperasi di bawah pedoman bank sentral.
"Ada empat atau lima bank terkenal di Tunisia yang mencoba memfasilitasi bisnis keuangan syariah," kata Wakil General Manager Al Baraka Bank, Mahmoud Mansour.
Selain itu ada tiga perusahaan asuransi syariah yang kini sedang menyiapkan lisensinya. Al Baraka masuk ke Tunisia pada 1983. Saat ini bank sedang menunggu persetujuan lisensi perbankan agar dapat membuka lebih banyak cabang dan melayani basis klien lebih luas.
Bank syariah Zitouna juga berencana ekspansi. "Kami berencana memiliki lebih dari 100 cabang di seluruh negeri dalam lima tahun ke depan," ucap Manager Umum Zitouna Bank, Ezzedine Khoja. Bank tersebut dibentuk pada 2009 dan berencana meningkatkan permodalannya menjadi 61,7 juta dolar AS.
Beberapa praktik industri keuangan syariah dianggap kontroversial oleh beberapa ulama Tunisia, diantaranya Tawarruq atau komoditas Murabahah. "Kami di Tunisia tidak menyetujui Tawarruq, produk yang banyak tersebar di Negara-Negara Teluk," ujar Khoja.
Dia mengatakan pelaku industri keuangan syariah Tunisia tidak percaya pada produk-produk tersebut. "Kami menolak penggunaannya untuk Tunisia, meskipun digunakan secara luas di yurisdiksi lain," katanya.