REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Partisipasi Indonesia melaporkan Sampoerna Indonesia ke Organisasi Tenaga Kerja Internasional (International Labour Organization/ILO).
Sekertaris Jenderal OPSI Timbul Siregar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (28/5), mengatakan bahwa laporan tersebut terkait dengan dugaan "perbudakan modern" dalam bentuk "outsourcing" (sistim kerja kontrak) terhadap 65.000 buruh pelinting yang dikelola Sampoerna melalui Mitra Produksi Sigaret (MPS).
"Kami berharap laporan ke ILO bersama KSPSI dan Partisipasi Indonesia dapat menjadi salah satu isu yang dibahas dalam International Labour Conference (ILC) pada tanggal 6--26 Juni di Jenewa, Swiss," kata Timbul.
Programme Officer ILO, Tauvik Muhamad mengatakan bahwa pihaknya berjanji akan menyampaikan aspirasi yang diusung oleh serikat pekerja tersebut semaksimal mungkin.
"ILO sebagai lembaga tripartit yang mengakomodasi pekerja akan membahas masalah itu di tingkat internasional," kata Tauvik.
Sampoerna dalam memproduksi sigaret kretek tangan (SKT) menyerahkan kepada 38 MPS yang tersebar di Pulau Jawa.
Timbul menekankan, dalam industri rokok kretek, proses pelintingan adalah bagian dari pekerjaan inti yang tidak boleh diserahkan ke pihak ketiga (outsource).
"Oleh karena itu, penyerahan pekerjaan utama (core bisnis) kepada MPS sebagai pihak ketiga (third party operation), seperti yang dilakukan Sampoernaini diduga melanggar Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto Permenakertrans No. 109/2012," kata Timbul.
Sebelumnya, pelanggaran tersebut telah dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Ketenaga Kerjaan serta Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tanggal 8 Januari lalu.
Namun, hingga saat ini, tidak terlihat adanya langkah nyata Kemenakertrans dalam menindaklanjuti pelanggaran tersebut.
Kendati saat digelar audensi dengan pihak Kemenakertrans saat itu Dirjen PHI mengatakan bahwa pihaknya akan menindak tegas karena dalam catatan Kemenakertrans, Sampoerna telah dua kali melanggar aturan ketenagakerjaan, yaitu penerapan standar ganda aturan kerja antara pekerja kerah putih dan kerah biru.