REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota delegasi Indonesia untuk Perundingan Instrumen Internasional Perlindungan Nelayan Tradisional (IGSSF) Riza Damanik mengatakan, Indonesia mengusulkan agar istilah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dihapus dari teks IGSSF.
"Delegasi Indonesia secara resmi mengusulkan WTO dihapus dari draf teks IGSSF," kata Riza Damanik yang juga Direktur Eksekutif Institute Global Justice (IGJ) dari Roma, Italia, Jumat (24/5).
Menurut Riza, dalam perundingan yang berlangsung di Roma sejak Senin (20/5) itu, usulan Indonesia mendapat dukungan dari Filipina, Afrika Selatan, Norwegia, Kosta Rika, Ekuador, Turki, India, Brazil dan Angola. Sedangkan Argentina dan Uruguay mendukung keberadaan instrumen WTO tetap berada dalam draf teks IGSSF.
"Hingga berakhirnya hari ke tiga perundingan IGSSF, pasal terkait WTO belum mendapat kesepakatan," katanya. Ia menjelaskan, bagi nelayan tradisional Indonesia, kepentingan menghapuskan teks WTO dari instrumen IGSSF adalah penting agar pemerintah dapat segera menghentikan impor ikan yang membanjiri pasar domestik dan menghancurkan harga ikan di tingkat nelayan.
Riza juga menuturkan agar pemerintah dapat memperbesar kapasitasnya dalam memberikan subsidi dan insentif bagi perikanan tradisional. "Upaya negara industri menggunakan instrumen WTO untuk mendesak RI menghentikan subsidi bagi nelayan dan petambak Indonesia sudah berulang kali," katanya.
Ia mengingatkan, terakhir Amerika Serikat menggugat Indonesia dalam pemberian subsidi bagi petambak dan nelayan dalam skema Minapolitan. Sebagaimana diketahui, gugatan itu juga telah memasuki tahap verifikasi lapangan yang dilakukan oleh pihak AS.
Sebelumnya, Organisasi Pertanian dan Pangan PBB (FAO)sejak sidang Komisi Perikanan Dunia (COF) 2009 memutuskan untuk menyusun instrumen internasional perlindungan nelayan. Draf instrumen internasional tersebut terdiri atas 13 pasal dan 108 ayat, di mana dua pasal di antaranya mensyaratkan instrumen IGSSF harus sejalan dan mengikuti mandat WTO.