Rabu 22 May 2013 13:53 WIB

97 Persen Kapal di Hulu Migas Sudah Berbendera Indonesia

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Nidia Zuraya
Kapal kargo
Foto: Antara
Kapal kargo

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Untuk mengimplementasi azas cabotage yang digulirkan pemerintah, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melakukan sejumlah usaha. Di antaranya, memasukkan klausul kewajiban berbendera Indonesia dalam setiap proses pengadaan kapal.

Informasi dari SKK Migas, terdapat  672 unit kapal penunjang operasi di sektor hulu migas. Dari jumlah itu hanya 30 persen atau sekitar 20 kapal yang masih berbendera asing.

''Fakta ini menunjukkan keberpihakkan industri hulu migas pada perkapalan nasional,'' kata Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini saat pembukaan Konvensi Nasional Penunjang Operasi Migas di Bandung, Rabu (22/5).

Menurut dia, ada beberapa tantangan penggunaan kapal nasional di sektor hulu migas. Misalnya, sulitnya ketersediaan kapal seismik, pengeboran, dan penggelaran pipa berbendera Indonesia.

Selain berbendera Indonesia pada setiap kapal, SKK Migas juga mengoptimalkan sharing capacity untuk penggunaan fasilitas penunjang operasi, dan melibatkan galangan kapal nasional dalam setiap proyek pembangunan kapal baru di kontraktor KKKS.

Dalam konvensi itu, ditandatangani empat kesepahaman antara SKK Migas dengan instansi terkait. Pertama antara bidang operasi SKK Migas dan Ditjen Perhubungan Laut terkait dukungan perizinan kegiatan usaha hulu migas. Kedua, bidang operasi SKK Migas dengan Direktorat Perhubungan Udara tentang penyelenggaraan pengawasan keamanan dan keselamatan penerbangan di sektor hulu migas Indonesia.

Kemudian, MOU antara SKK Migas dan BMKG terkait pemasangan fasilitas pemantau cuaca. Terakhir, kesepakatan antara SKK Migas dan Badan Pengawas Nuklir (Bapeten) mengenai technologically enhanced naturally occurring radioactive materials yang dihasilkan industri hulu migas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement