REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Investor maskapai Lion Air, Omar Hassan Bin Miski Company Ltd., mengklaim telah dirugikan 18 juta dolar AS atau lebih dari Rp 170 miliar akibat kontrak kerja sama pencarteran pesawat dan penjualan tiket Umroh tidak dipenuhi oleh perusahaan penerbangan nasonal itu.
"Miski Omar Hassan Company selama kerja sama kontrak tersebut sampai saat ini belum menerima bagi hasil keuntungan dari kerja sama itu," kata Kuasa Hukum Miski Omar Hassan Company Guntur P Daulay dalam keterangan persnya yang diterima di Jakarta, Ahad (12/5).
Investor tersebut menandatangani kontrak kerja sama dengan Lion Air dengan nilai investasi 18 juta dolar AS pada empat tahun lalu. Investor dijanjikan bagi hasil keuntungan dari kerja sama carter pesawat dan penjualan tiket untuk Umroh ke seluruh Indonesia sebesar 70:30, yakni 70 persen untuk investor dan 30 persen untuk operator.
"Namun Omar Company tidak mendapati adanya transparansi laporan kegiatan usaha, sehingga perusahaan itu meminta kepada Lion Air pertanggungjawaban keuangan atas kontrak itu. Namun maskapai itu tidak juga memberikan," papar Guntur.
Bahkan, pemilik perusahaan Lion Air Rusdi Kirana menawarkan pinjaman sebesar 1,5 juta dolar AS kepada investor. Pada kenyataannya, pada 6 Mei 2013 justru investor (pemilik perusahaan Omar Hassan) tersebut ditangkap pihak kepolisian atas tuduhan penggelapan dan penipuan atas 1,5 juta dolar AS tersebut.
"Maskapai meminta Omar Company untuk menyerahkan aset dan apartemen miliknya bila tidak mampu membayar tunai dan meminta maaf kepada Lion Air melalui media massa," katanya. Guntur menilai justru investor Omar yang telah dirugikan dalam kerja sama itu sehingga pihaknya akan segera meminta perlindungan hukum kepada pihak yang berwenang.