REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Neraca perdagangan Maret 2013 mengalami surplus 304,9 juta dolar AS atau sekitar (Rp 2,96 triliun). Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan ekspor Maret 2013 mencapai 15,003 miliar dolar AS (Rp 145,8 triliun), sementara impor sebesar 14,698 miliar dolar AS (Rp 142,9 triliun).
Akan tetapi, ekspor Maret 2013 mengalami penurunan dibandingkan Maret 2012. Ini disebabkan oleh menurunnya ekspor non migas sebesar 2,77 persen dari 12,45 miliar dolar AS (Rp 121 triliun) menjadi 12,1 miliar dolar AS (Rp 117,6 triliun), sedangkan ekspor migas naik 12,94 persen dari 2,57 miliar dolar AS (Rp 25 triliun) menjadi 2,89 miliar dolar AS (Rp 28 triliun).
Meskipun demikian, secara kumulatif, neraca perdagangan Januari sampai Maret 2013 mengalami defisit 67,5 juta dolar AS (Rp 656,1 miliar). Rinciannya ekspor tercatat 45,394 miliar dolar AS (Rp 441,23 triliun), sedangkan impor senilai 45,462 miliar dolar AS (Rp 441,89 triliun).
Kepala BPS Suryamin dalam jumpa pers di Kantor Pusat BPS, Rabu (1/5), mengatakan total ekspor pada triwulan pertama 2013 mengalami penurunan 6,44 persen dibandingkan triwulan pertama 2012 yang mencatatkan ekspor 48,517 miliar dolar AS (Rp 471,6 triliun). Total ekspor minyak dan gas (migas) Januari-Maret 2013 8,121 miliar dolar AS (Rp 78,94 triliun). Angka ini lebih rendah dibandingkan pencapaian yang sama pada Januari-Maret 2013 9,984 miliar dolar AS (Rp 97 triliun).
"Jadi, ekspor migas kita mengalami penurunan 18,66 persen," tutur Suryamin.
Sedangkan untuk ekspor nonmigas Januari-Maret 2013 37,273 miliar dolar AS (Rp 362,3 triliun). Besarannya lebih rendah 3,27 persen dibandingkan catatan pada Januari-Maret 2012 38,532 miliar dolar AS (Rp 374,53 triliun).
Khusus untuk golongan barang nonmigas, terjadi peningkatan pada bahan bakar mineral dan lemak dan minyak hewan/nabati.Nilai ekspor bahan bakar mineral 6,489 miliar dolar AS (Rp 63 triliun) dan nilai ekspor lemak dan minyak hewan/nabati 4,857 miliar dolar AS (Rp 47,21 triliun). Suryamin menjelaskan, nilai ekspor pada kedua golongan barang tersebut masih relatif tinggi. "Artinya kemampuan ekspor dari sisi produksi masih kuat walau harga jual turun," ujar Suryamin.