Rabu 01 May 2013 16:15 WIB

Pemerintah Akan Naikkan Harga Minyak Mentah Indonesia

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Nidia Zuraya
produksi minyak Indonesia
produksi minyak Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bakal merubah asumsi makro harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) dalam Rancangan APBN Perubahan 2013. Dari posisi saat ini sekitar 100 dolar AS per barel, pemerintah akan mematok target tinggi ICP hingga 110 dolar AS per barel.

"ICP memang kita asumsikan agak tinggi," kata Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo, Rabu (1/5). Meski Maret harga ICP berada diposisi 107 per dolar AS, namun ia meyakini ICP akan mengalami tren kenaikan.

Ia pun menuturkan target ini juga sudah memperhitungkan lifting (produksi minyak yang akan dijual). Menurutnya kenaikan ini menjadi kompensasi atas penurunan produksi minyak dalam RAPBN P 2013, dari semula 900 ribu barel per hari (bph) dalam APBN 2013 menjadi 830 ribu hingga 850 ribu bph.

"Ya itung-itungannya begitu," ujarnya lagi. Penurunan target produksi minyak otomastis akan membuat pendapatan negara turun. Tapi bila harga minyak mentah tinggi, otomatis meski produksi tak maksimal, harga yang baik di pasar tetap akan memberikan keuntungan bagi negara.

Sementara itu, soal kuota baru BBM bersubsidi, ia menuturkan Kementerian ESDM akan mengusulkan tambahan kuota sebesar dua juta kiloliter (KL) menjadi 48 juta KL, dari target APBN 2013 sebesar 46 juta KL. Menurutnya kuota baru ini sesuai dengan  tren pertumbuhan konsumsi masyarakat dan kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi yang akan dilakukan pemerintah Juni nanti.

"Kalau tanpa kebijakan BBM, kuota bisa membengkak menjadi 53 juta KL," tegasnya. Realisasi konsumsi BBM Januari hingga Maret 2013 ini sudah mencapai 11,035 juta KL, dari kuota APBN 2013 sebesar 11,099 juta KL.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro menjelaskan perubahan target ICP terjadi karena melihat sejumlah faktor. Mulai dari berkurangnya konsumsi minyak di AS akibat perkembangan shale gas, dipangkasnya produksi minyak negara-negara OPEC, hingga pertumbuhan ekonomi Eropa yang melambat.

"Tapi nilai pasti belum kita pastikan," ujarnya.Saat ini, pihaknya masih harus membahas hal ini dengan Kementerian Keuangan untuk diserahkan pertengahan Mei nanti ke DPR RI.

Edy menuturkan, bisa saja target ICP tinggi karena lifting yang diajukan dalam APBN-Perubahan lebih rendah dari APBN 2013. Namun selain ICP, sambungnya, untuk mendapatkan penerimaan negara tinggi, pemerintah pasti juga mengembangkan instrumen lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement