REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perselisihan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) mengenai impor hortikultura dan daging memasuki babak baru. AS telah mengusulkan untuk dibentuk panel di organisasi perdagangan dunia (WTO).
Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan proses konsultasi dua negara ini mengenai impor hortikultura Indonesia tidak menemui kata sepakat. Alhasil, Amerika mengusulkan untuk membentuk panel di WTO. Selanjutnya, kata Bayu sekretariat WTO akan memilih anggota panel.
Nantinya, anggota panel ini akan memfasilitasi pandangan dari negara anggota WTO apakah berpihak ke Indonesia atau AS. "Nanti dalam beberapa bulan ke depan akan diputuskan apakah kebijakan Indonesia konsisten atau bertentangan dengan atura WTO," ujar Bayu, Selasa (2/3).
Beberapa bulan lalu AS mengadukan Indonesia ke WTO dengan alasan pembatasan pelabuhan masuk untuk himpor hortikultura, salah satunya penutupan Pelabuhan Tanjung Priuk. Amerika juga mengadu untuk masalah adanya kuota impor daging. Kebijakan Indonesia dianggap melanggar aturan WTO.
Indonesia dan AS sudah melalui proses konsultasi selama 60 hari. Dalam konsultasi itu, AS masih bersikukuh bahwa kebijakan Indonesia melanggar aturan WTO.
Di sisi lain, Indonesia tetap berpandangan kebijakan yang dipermasalahkan hanya dengan tujuan melindungi konsumen dan petani dalam negeri, tanpa melanggar komitmen Indonesia di WTO.
AS, kata dia, menginginkan impor produk hortikutura bisa masuk melalui Tanjung Priuk, bisa masuk kapan saja dan jumlah berapa saja. Sementara Indonesia menginginkan impor tidak jor-joran agar konsumen dan tanaman-tanaman agar tidak tertular penyakit.
Penutupuan Tanjung Priok, katanya dalam rangka mencegah kontaminasi penyakit, karena karantina di sana dianggap tidak sesuai. Bayu mengatakan baik AS maupun Indonesia nantinya akan menggandeng negara lain untuk memberikan pandangan.
Menurut Bayu, Indonesia nantinya akan meminta pandangan dari negara-negara yang juga melakukan kebijakan serupa. Ada kemungkinan Indonesia akan meminta dukungan kepada Cina dan India dalam kasus ini.
"Nanti akan ada diskusi bolak balik di panel itu dan membutuhkan waktu beberapa bulan," ujar dia.
Menurut dia, panel itu nantinya bisa memberikan pandangan terkait kebijakan Indonesia. Ia mengatakan Indonesia akan menerima masukan jika ternyata kebijakan Indonesia dianggap tidak sesuai atau perlu diubah.
Saat ini, pemerintah Indonesia, khususnya Kementrian Pertanian juga sedang melakukan verifikasi ulang terhadap komoditas yang importasinya diatur. "Jadi kalau betul yang kita hasilkan sangat sedikit, itu akan kita permudah pengaturannya tanpa mengurangi perlindungan dalam negeri," ujarnya.