Selasa 02 Apr 2013 17:16 WIB

Investasi Pertambangan Terdiversifikasi

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Djibril Muhammad
Investasi (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf
Investasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendata selama dua tahun terakhir memang terjadi penurunan investasi sektor pertambangan. Pola sektor investasi pertambangan kini terdiversifikasi ke sektor lain, khususnya manufaktur.

"Minat investasi sektor tambang memang menurun dari 20 persen pada 2011 menjadi 17 persen pada 2012, dan diproyeksikan di bawah itu tahun ini," kata Kepala BKPM Chatib Basri kepada Republika, di Jakarta, Selasa (2/4).

Meski turun, menurutnya ini adalah gejala baik. Artinya, investor bergeser ke sektor lain. Jika konsentrasi satu investasi berkurang dari sektor tambang, maka sektor investasi di Indonesia semakin terdiversifikasi.

Menurut Chatib, jika terlalu banyak investor yang berkonsentrasi di sektor tambang maka risikonya saat ini tinggi. Misalnya, risiko investor kolaps, terutama yang berinvestasi di luar Jawa, maka daya belinya juga turun.

Pada tahun ini, BKPM mendata investor tambang terbanyak masih berasal dari penanaman modal asing dalam negeri. Meskipun secara total sejak tahun lalu, investor terbanyak masih berasal dari penanaman modal asing (PMA).

Berdasarkan data 2012, investasi PMDN terbesar masih diindustri makanan (Rp 11,2 triliun), dan industri mineral non logam Rp 10,7 triliun. Khusus pertambangan menempati posisi ketiga dengan nilai Rp 10,5 triliun, dan tanaman pangan perkebunan Rp 9,6 triliun.

Daerah dengan proyek investasi PMDN terbesar adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Jakarta, Kalimantan Timur, dan Jawa Tengah. Untuk investasi PMA, pertambangan menyerap investasi terbanyak pada 2012 dengan nilai 4,3 miliar dolar AS. Berikutnya transportasi dan telekomunikasi 2,8 miliar dolar AS.

Daerah dengan proyek investasi PMA terbesar adalah Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Investasi sektor pertambangan memang sedang berisiko.

Rasio kredit bermasalah atau NPL perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor pertambangan dan bahan galian mineral kian tinggi. Ini membuat Bank Indonesia (BI) mengimbau bank untuk lebih berhati-hati menyalurkan kreditnya ke sektor pertambangan dan komoditas.

Data statistik perbankan BI menunjukkan NPL perbankan 2012 semuanya meningkat dibandingkan 2011. NPL sektor pertambangan bank umum naik dari 0,34 persen pada 2011 menjadi 1,24 persen pada 2012. NPL pertambangan bank persero naik dari 0,23 persen menjadi 0,53 persen.

NPL pertambangan bank devisa naik dari 0,51 persen menjadi 2,5 persen. NPL pertambangan bank non devisa naik dari 0,99 persen menjadi 2,12 persen. NPL pertambangan bank asing naik dari nol persen menjadi 0,67 persen.

Kenaikan tertinggi terjadi pada NPL pertambangan Bank Pembangunan Daerah (BPD) dari 3,5 persen menjadi 4,3 persen. Angka ini nyaris menyentuh level yang dikhawatirkan BI, lima persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement