REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pelaku usaha kecil menengah (UKM) dirasa cukup ketar-ketir dalam menghadapi Asean Economic Community (AEC). Wakil Ketua Umum Bidang Pembinaan dan Pengembangan UMKM Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Besty Monoarfa mengatakan UKM di Indonesia bahkan belum banyak yang mengenal konsep keamanan pangan atau food security.
Padahal, UKM di negara lain seperti Vietnam, Thailand sudah cukup mengenal bagaimana memproduksi makanan secara aman. Jika AEC sudah terealisasi, ASEAN akan memiliki standar tarif dan keamanan pangan yang sama.
“Banyak yang tidak mengerti soal keamanan pangan. Negara lain seperti Thailand dan Vietnam sudah siap menyerbu kita di AEC,” ujar Besty, saat ditemui, Kamis (14/3).
Ia mengatakan UKM di Indonesia umumnya tidak paham mengenai bahan-bahan tambahan pangan dan batasan yang diizinkan untuk keamanan pangan. Ia mengatakan mengenai keamanan pangan umumnya baru dipahami oleh perusahaan besar yang sudah mendaftarkan di BPOM. Seharusnya, keamanan pangan dipahami oleh semua pihak, baik perusahaan besar maupun UKM.
Bagi perusahaan kecil yang hanya menggunakan izin edar rumah tangga, tidak banyak yang mengetahui mengenai aturan tersebut. Menurut dia, dinas kesehatan bersama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) semestinya lebih banyak melakukan sosialisasi mengenai keamanan pangan terutama bagi UKM.
Selain keamanan pangan, UKM Indonesia kata Besty terbentur soal daya saing. Misalnya, dilihatr dari sisi kemasan, produk pangan dari UKM Indonesia masih kalah dibanding negara lain. pasalnya, UKM di Indonesia masih sibuk memikirkan keberlangsungan usaha sehingga sering mengesampingkan kemasan yang menarik.
Ketua Umum GAPMMI Adhi S Lukman mengatakan menjelang EAC, pelaku usaha dituntut untuk menerapkan keamanan pangan. Ia mengaku gencar mengingatkan kepada anggotanya mengenai masalah ini. Untuk pengusaha besar, ia mengaku tidak khawatir. Namun, bagi UKM, isu ini dirasa cukup mengkhawatirkan.
“Mereka selain kurang pengetahuan juga kurang kemauan dan informasi. Padahal AEC kan sudah dekat. Terus terang ini persiapan kurang,” kata Adhi.
Isu keamanan pangan ini, menurut Adhi sangat penting. Jika tidak diterakpan, ia khawatir UKM nantinya menjelang tahun 2015 tidak akan bisa berjualan lagi karena terlindas UKM dari negara lain, terutama Thailand. Saat ini saja, di sektor makanan dan minuman, Indonesia defisit neraca perdagangan hingga 700 juta Dolar.
“Kalau standar sudah ditentukan dan UKM tidak bisa penuhi, UKM kita mau apa,” katanya.
Managing Director Lembaga Riset Ipsos Indonesia Iwan Murty mengatakan UKM di Indonesia juga perlu bisa melakukan riset untuk memahami selera konsumen agar bisa bersaing di AEC. Pemahaman riset ini, menurut dia sangat penting sehingga UKM di Indonesia bisa naik kelas dan lebih berkualitas.