REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan kemungkinan besar PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) setelah diambil alih pemerintah Indonesia pada Oktober mendatang. Demikian diungkapkan Hidayat kepada wartawan seusai membuka International Furniture and Craft Fair Indonesia (IFFINA) 2013 di Pekan Raya Jakarta, Senin (11/3).
Menurutnya, saat ini pengambilalihan Inalum telah memasuki tahap akhir. "Nilai bukunya harus disepakati kedua belah pihak," kata Hidayat.
Proses penghitungan ini, lanjutnya, juga melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Jangan terlalu murah, jangan terlalu mahal," ujarnya.
Sebagai gambaran, Indonesia berniat mengusai seluruh aset yang dimiliki oleh Inalum. Inalum merupakan kontrak kerja sama antara Indonesia dan investor Jepang, Nippon Asahan Alumina (NAA). Kontrak tersebut akan berakhir pada 31 Oktober 2013.
Saat ini 58,8 persen saham Inalum masih dimiliki Jepang, sedangkan Indonesia menguasai 42 persen. Setelah dikuasai penuh, diharapkan Inalum bisa melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) untuk mendapatkan dana guna peningkatan kapasitas produksi alumina. Hal tersebut disebabkan setelah dikuasai pemerintah, Indonesia menargetkan peningkatan kapasitas produksi alumina dari 320 ribu- 455 ribu ton per tahun.
Inalum terdiri atas pabrik Peleburan Aluminium (PPA) atau smelter dengan kapasitas 225 ribu ton per tahun dan PLTA Asahan II dengan kapasitas 604 megaVolt (MV). Saat ini kapasitas produksi PT Inalum sebesar 250 ton aluminium ingot per tahun. Sebanyak 60 persen diekspor ke Jepang dan 40 persen dipasarkan di dalam negeri.