REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani menilai kenaikan harga gas elpiji tabung 12 kilogram (kg) bakal memicu kenaikan inflasi hingga 1,5 persen. Pasalnya kenaikan ini berbarengan dengan kenaikan tarif tenaga listrik (TTL).
"Dengan kenaikan listrik, bakal berdampak 0,5 persen terhadap inflasi. Ditambah elpiji sekitar 0,5 persen lagi," jelasnya pada ROL, Jumat (22/1).
Meski target APBN 2013 dipatok 4,5 persen, ia menuturkan inflasi tak akan membahayakan. Dikatakannya, inflasi masih akan berada di kisaran 6,5 persen.
Lagipula, ia memandang kenaikan elpiji 12 kg kini lebih baik dibanding kenaikan nanti. "Kalau terus ditunda naiknya pasti akan lebih tinggi lagi. Makanya lebih baik seperti sekarang sedikit-sedikit," ujarnya.
Namun, ditegaskannya, tak selamanya pemerintah dan Pertamina harus mengambil keputusan kenaikan ini. Bila acuan harga gas elpiji yakni CP Aramco mengalami penurunan, menurutnya, pemerintah dan Pertamina wajib menurunkan kembali harga jual elpiji nonsubsidi ini.
"Berlakukan seperti BBM nonsubsidi," katanya. Harus ada kriteria bagaimana cara menaikkan elpiji yang membuat Pertamina terus merugi Rp 5 triliun per tahun.
Dalam dua tahun terakhir (2011-2012), tren CP Aramco memang mengalami kenaikan, dari 858 dolar AS per metrik ton (MT) menjadi 917 dolar AS per MT. Namun di 2008 dan 2009, CP Amarco sebenarnya pernah mengalami penurunan dari semula 780 dolar AS per MT menjadi 515 dolar AS per MT.
Pengamat energi Universitas Indonesia Iwa Garniwa, memandang kenaikan elpiji perlu dilakukan. Tapi mengingat kenaikan listrik juga diterapkan di 2013 ini, pemerintah harus melihat prioritas.
"Harus ada prioritas yang mana yang harus naik duluan," tegasnya. Bila tidak, ini akan memberatkan masyarakat, mengingat penggunaan elpiji langsung menyentuh kehidupan masyarakat.
Dibanding menaikkan elpiji 12 kg ia pun menuturkan pemerintah lebih baik menaikkan harga BBM bersubsidi. Dengan kenaikan Rp 500 per liter, menurutnya, pemerintah bisa menghemat subsidi hingga Rp 20 triliun.
"Apalagi kalau dinaikkan dari Rp 4.500 menjadi Rp 6 ribu per liter, subsidi bisa ditekan hingga Rp 60 sampai 70 triliun," paparnya.
Dengan penghematan ini, sambung Iwa, pemerintah bisa mengalihkan dana yang didapat untuk membayar kerugian Pertamina atas penjualan elpiji 12 kg. "Intinya elpiji 12 kilo itu, dijadikan elpiji bersubsidi dulu. Sehingga pemerintah yang menanggung kerugian itu," terangnya.