Kamis 21 Feb 2013 16:28 WIB

Kaji Ulang Konversi Perkebunan Teh

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Kebun Teh  (Ilustrasi)
Foto: dok.Republika
Kebun Teh (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat menilai konversi kebun teh menjadi lahan hortikultura perlu dikaji ulang. Pasalnya produksi teh di lahan yang dikonversi cukup baik. Negara tidak akan dirugikan dengan mempertahankan teh sebagai komoditas produktif di kebun seluas 3 ribu hektare (ha).

"Perusahaan untungnya banyak, bukan (produksi) teh yang salah," ujar pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, Kamis (21/2).

 

Jika konversi ini terjadi, ia khawatir Indonesia akan semakin dibajiri teh impor. Padahal dari segi kualitas, teh  Indonesia dikenal unggul. Produksi teh negara ini cukup beragam meliputi teh hijau, teh hitam, teh merah, hingga teh putih. "Negara sebesar ini jadi importir teh, itu namanya mengingkari sejarah," tambah Bustanul.

Erosi diperkirakan akan terjadi pada satu-dua tahun pertama konversi lahan. Penyebab erosi ini akibat tumbuhan yang ditanam belum lagi menjadi pohon. Lahan yang dikonversi hendaknya ditanami oleh tanaman hortikultura tahunan seperti manggis, alpukat jambu dan kelengkeng. Penanaman hortikultura musiman seperti sawi, brokoli dan strawberry kurang menguntungkan.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menargetkan ekspor buah tropis dengan pengalihan fungsi lahan ini. PTPN VIII ditunjuk untuk mengonversi lahan perkebunan teh seluas 3000 hektar di daerah Cipularang. Nantinya buah-buahan tropis ini akan menjadi komoditi ekspor pada tahun 2017.

Luas lahan perkebunan teh PTPN VIII mencapai 114 ribu ha. Direktur Utama PTPN VIII, Dadi Sunardi mengatakan konversi lahan ini akan diiringi dengan peningkatan produksi teh di lahan sisa. Produksi teh saat ini mencapai 2,5 ton per ha per tahun. Pihaknya menargetkan produksi hingga 3,5 ton per ha pascakonversi.

Pembenahan teknologi dibutuhkan agar target ini tercapai. Untuk memenuhi target tersebut, diperlukan pendampingan dan penelitian lebih lanjut. Teknologi pengolahan lahan saat ini masih berkiblat pada Jepang. "Teknologinya belum disesuaikan dengan kebutuhan lahan teh disini," ujar ahli peneliti utama dari riset PTPN, Rochayati, Kamis (21/2).

Varietas teh Indonesia cenderung mirip dengan varietas teh di Cina. Sedangkan teh Jepang lebih mirip varietas di India. Perbedaan ini menutut penyesuaian antara lain terkait pengendalian hama, aplikasi pestisida, penentuan jarak tanah, pemupukan dan penanaman. Tanpa pendampingan dan pembenahan teknologi, Rochayati pesimistis target peningkatan produksi bisa tercapai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement