REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menilai konsep di RUU Perbankan yang merupakan amandemen dari Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 masih banyak memiliki kelemahan yang harus disesuaikan dengan gambaran perkembangan industri perbankan ke depan.
"Itu baru draft yang dibuat oleh staf ahli sekretariat DPR dan belum dibahas tuntas di tingkat DPR walau akhir-akhir ini Komisi XI mulai membahas sedikit demi sedikit. Saya tidak yakin nanti hasil akhirnya akan seperti itu karena banyak konsep-konsep di draft tersebut lemah," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah saat dihubungi di Jakarta, Selasa (12/2).
Halim mengharapkan amandemen UU perbankan akan meletakkan fungsi-fungsi perbankan modern, yang mampu berkembang sesuai dengan prinsip-prinsp kehati-hatian yang 'best international practice.'
"Undang-undang harus bisa mendorong persaingan perbankan yang sehat, efisien dan juga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan serta ikut menjaga stabilitas sektor perbankan maupun keuangan secara keseluruhan," katanya.
Menurut Halim, pihak Bank Indonesia akan memberikan masukan yang dibutuhkan untuk melengkapi RUU Perbankan yang telah mulai dibahas DPR pada Februari ini.
Sementara mengenai beberapa aturan di RUU itu yang membatasi operasional Bank Asing, Halim menjelaskan bahwa peran Bank Asing perlu dilihat dan ditakar dalam kontribusi mereka terhadap perekonomian Indonesia.
"Kalau dalam konteks kepemilikan asing, kita perlu melihat secara luas apakah memang sektor perbankan dan keuangan kita membutuhkan peran asing atau tidak, lalu seberapa besar peran yang optimal dan bagaimana bentuk kepemilikan asing tersebut. Hal-hal ini masih bisa didiskusikan dan dikaji dengan objektif," terangnya.
Menurutnya Istilah asing juga bisa diartikan sebagai pemilik atau sebagai kantor cabang bank asing di Indonesia. "Dalam konteks kantor cabang, saya kira sampai sejauh ini BI tidak membuka kemungkinan untuk kantor cabang bank asing baru," katanya.
Sebelumnya, sejumlah bankir lokal meminta kepada DPR untuk memasukkan pasal aturan asas resiprokal terhadap keberadaan bank asing di Indonesia, sehingga memudahkan bank lokal untuk membuka kantor cabang di luar negeri.
Mereka juga meminta agar pasal di RUU perbankan yang meminta bank asing memiliki badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas juga tetap dicantumkan.