Kamis 07 Feb 2013 17:30 WIB

Potensi Kartel Pangan Mencapai Rp 11,43 Triliun

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Nidia Zuraya
 Beras yang disalurkan Bulog kepada masyarakat.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Beras yang disalurkan Bulog kepada masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Potensi kartel untuk enam komoditas pangan Indonesia diperkirakan mencapai Rp 11,34 triliun per tahun. Angka ini diasumsikan dari keuntungan Rp 1000 per kilogram komoditas pangan. Jika keuntungan lebih besar dari Rp 1000 per kg, potensi kartel diperkirakan lebih besar lagi.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah/Bulog Natsir Mansyur merinci potensi kartel itu berasal dari potensi kartel daging sapi mencapai Rp 340 miliar, daging ayam (Rp 1,4 triliun), gula kristal putih dan gula kristal rafinasi (Rp 4,6 triliun), kartel kedelai (Rp 1,6 triliun), komoditas beras (Rp 1,2 triliun) dan jagung (Rp 2,2 triliun).

Ia mengatakan manejemen pangan terutama untuk enam komoditas itu sangat rapuh. Penyebabnya, menurut dia adalah belum seimbangnya antara permintaan dan ketersediaan pangan. Menurutnya, pengaturan impor dan tata niaga tidak bisa hanya departemen teknis.

Untuk meminimalisir terjadinya kartel, menurut Natsir, pengusaha daerah harus diberikan kesempatan untuk menjadi importir. Pasalnya, mark-up yang berlebihan dari harga pangan bisa merugikan rakyat.Menurut dia, pelaksanaan impor bisa dilakukan oleh pengusaha daerah. Pemerintah pusat hanya mengatur alokasi impor nasional.

"Banyak persoalan dari hulu ke hilir, statistik kurang tepat. Itu peluang masuk kartel," ujar Natsir, Kamis (7/2). Selama ini, terangnya, kuota diatur pemerintah pusat dan dimainkan pengusaha. Ke depannya, ia menyarankan agar penentuan kuota diserahkan ke pemda dan pengusaha daerah yang melakukan impor.

Peneliti Lembaga Pengkajian Peneliti Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Ina Primina mengatakan keterlibatan importir baik dari pusat maupun dari daerah tidak masalah sepanjang memenuhi syarat dan terbuka. Pasalnya, selama ini pun masing-masing daerah selalu melaporan potensi pangan.

Namun menurutnya peluang untuk kartel bisa diminimalisir dengan mencegah pemain besar dengan modal besar yang hanya bisa menjadi ‘pemain’ komoditas pangan.

Komisioner Komite Pengawas Persaingan USaha (KPPU) Munrokhim Misanam mengatakan pengadaan pangan harus dilakukan secara terbuka untuk mencegah terjadiya kartel. Namun menurutnya, secara hukum cukup sulit membuktikan adanya dugaan kartel. Dalam hal ini, KPPU melakukan investigasi untuk menyelidiki adanya dugaan kartel pangan.

Wakil Ketua Umum Industri Bidang Makanan dan Peternakan Juan Permata Adoe mengatakan ada beberapa penyebab kemungkinan terjadinya kartel. Pertama, kata dia, kartel diciptakan oleh mekanisme pasar.

Selain itu, ada beberapa kebijakan pemerintah yang membuat adanya peluang perusahaan besar yang berkelompok sehingga memiliki kekuatan ungtuk monopoli dan menentukan besaran harga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement