REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penggunaan crude palm oil (CPO) untuk bahan bakar dianggap bisa mengurangi defisit perdagangan Indonesia. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan jika Indonesia bisa mengaloasikan dua hingga tiga juta ton CPO untuk diolah menjadi bahan bakar, cukup bisa mengurangi defisit neraca perdagangan Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pada tahun 2012 Indonesia mengalami defisit minyak dan gas yang cukup tinggi. Indonesia mengimpor migas mencapai 42,565 miliar dolar AS. Khusus untuk hasil minyak, Indonesia mengimpor sebesar 28,680 miliar dolar AS untuk produk bahan bakar minyak (BBM).
Sementara, Indonesia mengekspor migas 41,477 miliar dolar AS. Khusus produk hasil minyak, Indonesia mengekspor 4,776 miliar dolar AS. Alhasil, Indonesia defisit di produk hasil minyak sebear 23,904 miliar dolar AS.
Menurut Bayu, penggunaan CPO untuk biofuel bisa mendatangkan dua manfaat sekaligus. Pertama, Indonesia bisa mengurangi ketergantungan terhadap impor hasil minyak. Kedua, Indonesia bisa mengelola CPO menjadi produk yang lebih bernilai tambah. Hal ini, kata dia, bisa menjaga harga CPO.
“Kalau kita bisa bakar CPO, kita bisa dapat keuntungan. Tekanan kebtuhan impor bahan bakar bisa dikendalikan, di sisi lain kita bisa kelola harganya sehingga bisa menjaga neraca perdagangan,” ujarnya, Senin (4/2).
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Fadhil Hasan mengatakan pemanfaatan biofuel untuk pasar dosetik masih rendah. Dari kapasitas terpasang 4,5 juta kiloliter, baru digunakan 1,5 juta kiloliter. Sementara dari biofuel yang dihasilkan, baru 500 ribu kiloliter yang digunakan di dalam negeri.