Kamis 31 Jan 2013 15:29 WIB

Hybrid Financing, Alternatif Pembiayaan Infrastruktur

Rep: Friska Yolandha/ Red: Nidia Zuraya
Pembangunan infrastruktur, ilustrasi
Foto: Fanny Octavianus/Antara
Pembangunan infrastruktur, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) memberikan skema pendanaan alternatif bagi pembangunan infrastruktur Indonesia. Skema tersebut adalah melalui hybrid financing.

Kepala Divisi Program Integrasi KP3EI Wahyu Utama mengungkapkan melalui kerja sama seperti ini pemerintah membuka kesempatan bagi swasta untuk melakukan proyek infrastruktur. "Swasta yang membangun, nanti ketika sudah selesai pemerintah akan membayar dengan cara mencicil," ujar Wahyu di Jakarta, Kamis (31/1).

Berdasarkan data Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dana yang dibutuhkan hingga 2014 mencapai lebih dari Rp 4 ribu triliun. Sekitar Rp 1.786 triliun diantaranya dialokasikan untuk infrastruktur. Pemerintah tidak mampu membiayai seluruh proyek tersebut.

Oleh karena itu pemerintah memberikan beberapa alternatif pembiayaan, salah satunya dengan memanfaatkan tenaga swasta untuk membangun infrastruktur di Indonesia. Hal ini bertujuan agar pembangunan infrastruktur di Indonesia dapat berjalan lebih cepat, seperti beberapa negara yang sudah menerapkan hal tersebut, termasuk India.

Sedangkan bagi pemerintah, dana yang dialokasikan untuk infrastruktur dapat dialihkan ke sektor lain. Sehingga percepatan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa berlangsung.

Selama ini skema pembiayaan infrastruktur baru melalui penugasan khusus kepada perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan melalui skema Kerjasana Pemerintah-Swasta (KPS). Sedangkan pembiayaan infrastruktur yang dikerjakan swasta masih sangat terbatas dan perlu disinkronisasi dengan program pemerintah.

Menurut Wahyu, banyak proyek infrastruktur yang bisa dilakukan dengan skema hybrid financing ini. Diantaranya jalan, pembangkit listrik, dan pelabuhan.

Pengamat ekonomi Aviliani menilai pemerintah perlu menangkap peluang untuk menjawab tantangan. September lalu McKinsey Global Institute (MG) meramalkan Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi ketujuh terbesar di dunia pada 2030. Pemerintah harus menyiapkan segala hal untuk menyambut hal ini.

Pemerintah dapat segera membentuk lembaga pembiayaan infrastruktur melalui pembiayaan perbankan , terutama bank BUMN. Pemerintah juga disarankan untuk menerbitkan obligasi berbasis proyek infrastruktur. "Jadi jangan hanya menerbitkan surat utang negara," kata Aviliani.

Ia menambahkan pemerintah juga harus memprioritaskan pembangunan infrastruktur di sektor pertanian dan perdesaan. Hal ini dilakukan agar masalah ketimpangan antardaerah dapat teratasi.

Ia memperkirakan sektor pertanian belum akan bertumbuh tinggi. Tahun ini pertumbuhan pertanian hanya sekitar 33,2-3,6 persen bila dibandingkan tahun lalu yang estimasinya mencapai 3,8 persen. Pasalnya masih belum ada persamaan persepsi antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan. Untuk mengembangkan sektor pertanian pemerintah perlu menambah luas lahan pertanian. Pasalnya kebutuhan pangan masih sangat tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement