REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Ekonomi Nasional (KEN) menilai kebijakan pemerintah untuk kembali menaikkan bea keluar (BK) minyak sawit mentah (CPO) tidak sesuai dengan hilirisasi industri kelapa sawit. Penerapan bea keluar yang tinggi, kata anggota KEN Hermanto Siregar justru akan menyurutkan investor untuk masuk ke industri hilir CPO.
Menurutnya, hilirisasi CPO bisa dilakukan dengan memberikan insentif keringanan pajak bagi produksi turunan CPO, tanpa harus memberikan beban bea keluar bagi ekspor CPO maupun turunannya. Ia juga mengatakan, bea keluar akan menurunkan daya saing CPO Indonesia. Pasalnya, meskipun Indonesia menrupakan eksportir nomor satu di dunia, dibandingkan dengan Malaysia, produk CPO Indonesia lebih mahal.
Menurutnya, pasar akan cenderung membeli CPO Malaysia yang lebih murah. "Volume kita lebih besar, tapi daya saing Malaysia lebih tinggi karena produktivitas mereka lebih baik," kata Hermanto di Jakarta, Selasa (29/1).
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan mengatakan penerapan BK antara Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan Malaysia membuat CPO
Indonesia lebih mahal. Ia khawatir pasar akan lebih memilih membeli CPO Malaysia dibandingkan Indonesia.