Jumat 25 Jan 2013 16:55 WIB

Begini Cara Mudah Pahami Redenominasi

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: A.Syalaby Ichsan
Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski masih belum dimengerti oleh kalangan ekonomi bawah, redenominasi dinilai mudah dipelajari.

Ekonom PT Bank OCBC NISP, Gundy Cahyadi, menilai redenominasi bisa dipahami sebagai penyederhanaan jumlah digit pada Rupiah. Menurutnya, secara tak langsung, masyarakat sudah melihat praktiknya dalam bertransaksi di restoran, cafe, atau rumah makan.

"Satu hal yang penting untuk dicermati adalah redenominasi Rupiah bukan berarti adanya devaluasi nilai Rupiah," kata Gundyn, dalam pernyataan tertulis kepada Republika, Jumat (25/1). Nantinya, nilai Rp 1.000 yang lama akan sama nilainya dengan Rp 1 baru.

Contohnya, jika harga satu kilogram (kg) beras sekarang Rp 10.000, setelah program redenominasi, harganya akan tercatat sebagai Rp 10 dalam Rupiah baru. Jadi, kata Gundy, daya beli seorang karyawan yang sekarang mendapati gaji Rp 100.000 perbulan akan tetap sama meskipun nanti dia digaji Rp 100 dalam Rupiah baru.

Program redenominasi bukan sesuatu yang baru. Sebab, program serupa pernah dijalani oleh negara-negara seperti Turki dan Taiwan dengan nilai sukses sampai saat ini. 

Program redenominasi, ujar Gundy, akan memakan waktu cukup lama, dan target pemerintah saat ini adalah menyelesaikan tahap sosialisasi dan implementasinya dalam waktu bertahun-tahun.

Dalam implementasinya, kemungkinan besar masyarakat bisa menggunakan dua mata uang bersamaan, Rupiah lama dan Rupiah baru, dengan daya beli masyarakat yang sama.

Dampak terhadap inflasi, menurut Gundy, tak akan terlalu banyak. Sebab, secara umum, program ini hanya akan menimbulkan dampak tinggi terhadap biaya administrasi. Berikutnya meningkatkan menu cost, dimana pemilik bisnis harus mencetak label harga-harga baru untuk menyesuaikan harga barang-barang yang dijual dalam Rupiah baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement