Rabu 16 Jan 2013 21:26 WIB

Soal Saham Harvest, Pertamina Berharap 'Blessing' Venezuela

Rep: Sefti Oktarianisa/ Red: Djibril Muhammad
Dirut Pertamina, Karen Agustiawan
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Dirut Pertamina, Karen Agustiawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Venezuela dikabarkan masih mengevaluasi Pertamina. Evaluasi ini terkait izin penjualan saham perusahaan migas asal AS Harvest Natural Resources Inc di perusahaan minyak Venezuela Petrodelta SA.

Sebagaimana dikutip Bloomberg, Menteri Perminyakan Venezuela Rafael Remirez belum memberi lampu hijau pada Pertamina untuk membeli 32 persen saham Harvest. Menurutnya belum ada keputusan final untuk penjualan saham ke BUMN RI tersebut. 

Saat dikonfirmasi ke Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, perempuan itu mengakui hal ini. "Kita memang menunggu 'blessing' dari 'the goverment' (Venezuela)," tegasnya pada wartawan, Rabu (16/1). 

Menurutnya ini lazim. Pasalnya beberapa negara memiliki 'pre emption right' (hak membeli pertama) untuk penjualan aset di negara tersebut termasuk migas.

Jadi meski perjanjian jual beli sudah ditandatangani secara bisnis antara Pertamina dan Harvest, Pemerintah Venezuela masih bisa mempertimbangkan kembali untuk membeli seluruh saham Harvest di Petrodelta. "Posisi kita masih menunggu, semoga semuanya cepat," katanya.

Saat ditanyakan apakah Pertamina akan meminta tolong ke pemerintah RI untuk melobi Venezuela, Karen mengatakan sebenarnya sudah mengontak Duta Besar RI untuk AS Dino Patti Djalal. "Tapi lebih baik kita tunggu sampai suasana kondusif saja di sana," tuturnya.

Selain Harvest, Petrodelta SA juga dimiliki 60 persen sahamnya oleh Corporacion Venezolana del Petroleo SA, anak usaha perusahaan migas nasional Pemerintah Venezuela, Petróleos de Venezuela SA (PDVSA). Sementara sisanya, sebesar delapan persen, dikuasasi Vinccler O&G Tech, perusahaan lokal negara latin itu.

Petrodelta merupakan operator dan pemegang hak konsesi dari pemerintah Venezuela untuk mengeksplorasi, memproduksikan, dan mengelola sejumlah blok migas seluas 1.000 kilometer (km) persegi di Venezuela. Di antaranya, lapangan Uracoa, Bombal, Tucupita, El Salto, El Inseno, dan Temblador hingga 2027 nanti.

Berdasarkan sertifikasi Ryder Scott di 2012 ini, sesuai pedoman US Securities and Exchange Commission, lapangan yang dikelola Petrodelta mengandung cadangan terbukti dan mungkin (proven & probable, 2P). Bahkan totalnya  sekitar 486 juta barrel ekuivalen minyak bumi (MMBOE).

Kandungan cadangan hidrokarbon tersebut diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan cadangan Blok Cepu, Indonesia. Padahal, blok ini merupakan penemuan terbesar di Indonesia selama 10 tahun terakhir.

Pada 2013 ini, sebenarnya Pertamina memang mengaku membidik lima blok untuk diakuisisi. Selain Venezuela, Pertamina juga membidik blok yang ada di Aljazair.

Pertamina melalui anak usahanya Pertamina Hulu Energi (PHE) juga membuat kesepakatan definitif dengan Anadarko Offshore Holding Company LLC. Kesepakatan yang dibuat dengan perusahaan asal AS itu terkait akuisisi 100 persen saham sejumlah anak usaha Anadarko di Indonesia.

Yakni Anadarko Ambalat Limited, Anadarko Bukat Limited, dan Anadarko Indonesia Nunukan Company. Ketiga perusahaan itu menguasai sejumlah blok di Kalimantan, seperti Ambalat dan Bukat masing-masing sebesar 33,75 persen dan Nunukan sebesar 35 persen.

"Total biaya investasi yang mencapai Rp 52,8 triliun," kata Wakil Presiden Korporat Komunikasi Pertamia Ali Mundakir. Sekitar Rp 40 triliun digunakan ke sektor hulu dan Rp 18 triliun dimanfaatkan untuk akuisisi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement