REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mendesain pola pengawasan konglomerasi perbankan. Khususnya bank-bank yang memiliki banyak anak usaha di bidang keuangan, yang memungkinkan peredaran produk lintas lembaga keuangan.
Jika hal tersebut tak diatur, maka stabilitas sistem keuangan ke depannya akan terganggu. Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Nelson Tampubolon, mengatakan Bank Indonesia (BI) belum memunyai pola pengawasan tersebut.
"Dari 120 perbankan di Indonesia, konglomerasi itu terjadi di sekitar 29 bank," kata Nelson, dijumpai Republika di Jakarta, Rabu (2/1).
Bank-bank yang mempraktikkan konglomerasi ini menyebabkan gangguan di industri keuangan dalam negeri. Pasalnya, kata Nelson, meskipun jumlahnya sedikit, hanya 24 persen dari jumlah bank yang beroperasi di Indonesia, namun dampaknya signifikan. Secara keseluruhan, bank-bank konglomerasi ini menguasai lebih dari 75 persen aset perbankan nasional.
Berdasarkan data statistik BI, jumlah total aset perbankan nasional Januari-Oktober 2012 mencapai Rp 4.028,789 triliun. Jumlah ini naik dari Rp 2.862,679 triliun pada 2011. "Nantinya OJK akan mereview laporan keuangan industri perbankan secara menyeluruh. Idealnya, sampai 1 Januari 2014 pengawasan ini diterapkan," kata Nelson.
OJK masih menggodok struktur pengawasannya, tentunya dengan menggandeng Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral.