Ahad 09 Dec 2012 15:10 WIB

Mau Redominasi Rupiah Berjalan Mulus? Ini Dia Syaratnya

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: A.Syalaby Ichsan
Petugas menata tumpukan uang rupiah. (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petugas menata tumpukan uang rupiah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah gencar menyosialisasikan penyederhanaan atau redominasi rupiah.

Wakil Ketua DPP PKS bidang Kebijakan Publik, Sohibul Iman, menilai kebijakan tersebut dapat sukses jika lima syarat terpenuhi.

Kelima syarat tersebut antara lain kondisi politik dan ekonomi yang stabil, inflasi yang rendah dan stabil, adanya jaminan stabilitas harga, didasarkan atas kebutuhan riil masyarakat, dan berhasilnya sosialisasi ke masyarakat.

Saat ini, Sohibul menilai kondisi ekonomi secara umum cukup stabil dan inflasi tergolong rendah. Akan tetapi untuk membangun kesadaraan masyarakat membutuhkan waktu yang cukup, terlebih geografis Tanah Air yang sangat luas.

 Sohibul mencontohkan Turki yang membutuhkan waktu lima tahun untuk melakukan sosialisasi.

Selain itu, Sohibul juga mengisyaratkan agar pemerintah hati-hati jika ingin memulai redenominasi mulai awal 2014.  Sebab pada tahun 2014, telah memasuki masa pemilu legislatif dan pemilihan presiden.

 Di samping masih banyak pekerjaan besar yang harus diselesaikan pemerintah terkait dimulainya Jaminan Kesehatan Nasional.  

"Selain itu Otoritas Jasa Keuangan juga baru mulai menyelesaikan transisi sebagai regulator dan pengawas seluruh lembaga keuangan dan perbankan. Ini semua harus didudukan sebagai skala prioritas juga," kata Sohibul.

Pemerintah mengusulkan agar mata uang rupiah disederhanakan. Redenominasi , menyederhanakan denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Misal Rp 1.000 menjadi Rp 1. 

Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.

Redominasi berbeda dengan sanering karena sanering karena sanering adalah kebijakan pemotongan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai uang. Hal yang sama tidak dilakukan pada harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat menurun. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement