REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – PT Bank Mega Syariah melakukan kerjasama penjaminan dengan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo).
Kerjasama ini dilakukan untuk memitigasi resiko pembiayaan. Direktur Utama Bank Mega Syariah, Benny Witjaksono, mengatakan dengan berbagi risiko ini perusahaan dapat menjaga Capital Adequency Ratio (CAR).
Per September 2012 CAR Mega Syariah 13 persen. "Kami harap tahun depan jangan sampai di bawah 13 persen," ujar Benny setelah penandatanganan kerja sama penjaminan pembiayaan join financing kendaraan bermotor dengan PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) di Jakarta, Selasa (27/11).
Benny mengatakan sejak berdiri pada 2004 pertumbuhan perusahaan sangat signifikan. Hal ini terlihat dari pertumbuhan jaringan kantor yang per Oktober mencapai 335 kantor cabang dengan total aset Rp 7,5 triliun. Hanya saja pertumbuhan ini terkendala ekuitas.
Masalah ekuitas ini akan menjadi fokus perusahaan dengan CAR sebagai indikator. Untuk itu perusahaan menjalin kerjasama dengan Askrindo. Plafon kerjasama ini adalah Rp 300 juta per user.
Dengan adanya pembagian risiko, perusahaan mendapatkan keuntungan, yaitu modal yang terjaga. Join financing kendaraan bermotor merupakan salah satu produk andalan perusahaan.
Hingga akhir tahun, Mega Syariah menargetkan pembiayaan melalui join financing sebesar Rp 1,5 triliun. Penjaminan ini menurut Benny dilakukan karena prosesnya lebih cepat daripada penjaminan pembiayaan lain.
Perusahaan tidak menutup kemungkinan akan melakukan penjaminan pembiayaan lain. Direktur Utama Askrindo, Antonius Chandra Napitupulu, mengatakan akhir tahun ini perusahaan menargetkan premi Rp 100-200 miliar dari kerja sama tersebut.
Kerjasama dilakukan meliputi penjaminan risiko kerugian yang timbul dari ketidakpastian pelunasan pembiayaan dari nasabah Bank Mega Syariah pada Askrindo. Hingga kuartal ketiga laba Bank Mega Syariah meningkat 252 persen menjadi Rp 187 miliar.
Pembiayaan perusahaan naik 62 persen menjadi Rp 5,6 triliun. Perusahaan ini fokus pada mikro yang tumbuh 19 persen menjadi Rp 3,1 triliun. Sementara itu, dana pihak ketiga tumbuh 52 persen menjadi Rp 6,36 triliun. Per September rasio pembiayaan bermasalah (NPF) adalah 2,25 persen.