REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat dari ReforMiner Institute, Pri Agung Rakhmanto meminta pemerintah dan DPR perlu membentuk BUMN baru sebagai pengganti BP Migas yang dibubarkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi pada 13 November.
"Pembentukan BUMN merupakan bentuk institusi yang sesuai dengan amanat putusan MK," katanya di Jakarta, Ahad (25/11).
Menurut Pri Agung Rakhmanto , BUMN baru tersebut bisa merupakan pengalihan dari dua anak usaha PT Pertamina (Persero) yakni PT Pertamina Hulu Energi (PHE) dan PT Pertamina EP (PEP).
Atau, pemerintah mendirikan perusahaan hulu migas yang benar-benar baru. "Dari dua opsi itu, pengalihan PHE dan PEP ke BUMN baru merupakan yang terbaik, karena hanya tinggal menjalankan saja," katanya.
Mekanismenya, PHE dan PEP dikeluarkan atau tidak lagi menjadi anak usaha Pertamina. Selanjutnya, kedua anak usaha Pertamina itu menjadi perusahaan hulu migas negara yang secara langsung dan khusus (lex specialist) berada di bawah Kementerian ESDM.
PEP, menurut Pri Agung, diarahkan menjadi perusahaan yang khusus mengelola blok migas secara mandiri. "Sementara, PHE khusus mengelola blok-blok yang dikerjasamakan dengan mitra baik asing maupun nasional," katanya.
Mekanisme kerja samanya, lanjutnya, adalah PHE bertindak selayaknya pemilik proyek, sementara mitra sebagai rekanan atau kontraktornya, sehingga tercipta kedaulatan negara atas sumber daya alam melalui pola antarbisnis (business to business/B to B).
Untuk retensi (fee) BUMN baru itu, Pri Agung meminta agar benar-benar digunakan secara efisien. "Hasilnya mesti terlihat dari produksi dan cadangan yang juga meningkat," katanya.
Retensi migas merupakan penerimaan negara yang ditahan badan pengelola kegiatan migas. Pada era sebelum BP Migas berdiri pada 2002, besaran retensi migas memang sekitar dua hingga tiga persen dari penerimaan negara. Namun, angka dua hingga tiga persen tersebut merupakan total karena termasuk 'fee' untuk pendistribusian BBM subsidi, LNG, gas pipa, dan LPG.
Sedangkan, retensi bersih yang diterima setelah dikurangi besaran pajak badan dan dividen hanya 0,75 persen. Sementara, retensi bersih yang diterima setelah BP Migas berdiri sekitar 0,8-1 persen.
Pertamina Keberatan
Sebelumnya, Dirut Pertamina, Karen Agustiawan menegaskan pihaknya keberatan mengambil alih fungsi regulator pascapembubaran BP Migas melalui putusan MK pada 13 November 2012. Menurut dia, pihaknya akan fokus menjadikan Pertamina sebagai perusahaan energi di kawasan regional pada akhir 2014.
Pada 13 November 2012, MK memutuskan keberadaan BP Migas bertentangan dengan UUD 1945. MK mengalihkan fungsi dan tugas BP Migas ke Kementerian ESDM sampai ada uu yang baru. Atas putusan MK itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No 95 Tahun 2012 dan dua keputusan menteri yakni Kepmen ESDM No 3135 dan No 3136 Tahun 2012.
Sesuai aturan tersebut, pemerintah membentuk Satuan Kerja Sementara Pelaksana (SKSP) Migas sebagai pengganti sementara BP Migas sampai terbitnya UU baru.