REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak awal tahun hingga Oktober, kementrian perdagangan menemukan 521 produk yang melanggar ketentuan barang beredar. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan dari 521 kasus itu, 66 persen atau 342 kasus terkait dgn barang impor.
Kemudian sebanyak 34 kasus terkait barang produksi dalam negeri. Berdasarkan jenis barangnya, sebanyak 33,4 persen merupakan barang elektronik dan alat-alat listrik.
“Ini tampaknya sebuah kecenderungan yang perlu kita cermati, dan membuat kami memberi perhatian khusus pada kelompok industri ini,” ujar Bayu, Rabu (21/11).
Alat-alat rumah tangga sebanyak 23,42 persen dan suku cadang sebanyak 12,28 persen juga termasuk dalam temuan barang yang diduga banyak melanggar ketentuan barang beredar.
Bayu mengatakan, pasar indonesia yang semakin kuat dan permintaan masyarakat yang berkembang telah menarik pedagang yang coba-coba mengedarkan barang tidak sesuai dengan ketentuan barang beredar.
Barang yang tidak sesuai dengan ketentuan barang beredar antara lain melanggar ketentuan Standard Nasional Indonesia (SNI), Manual Kartu Garansi (MKG), ketentuan label dalam Bahasa Indonesia. Bayu mengatakan dari sekitar 30 ribu jenis barang yang diperdagangkan, baru 7.618 yg memiliki SNI.
Ia mengatakan tidak seluruh barang yang diperdagangkan harus memiliki SNI, namun jumlah SNI yang ada dirasa masih terlalu sedikit. Dari jenis barang yang sudah memiliki SNI, sekitar 6.300an sudah berumur lebih dari lima tahun. Sudah saatnya untuk diperbarui.
Pemerintah, kata dia menyisir kasus SNI dengan cukup hati-hati. Pemerintah masih memberikan kesempatan bagi produsen yang dimungkinkan untuk dilakukan pembinaan.
Kementrian perdagangan bekerjasama dengan kementrian perindustrian untuk melakukan pembinaan, terutama bagi pelaku industri kecil menengah untuk bisa menerapkan produknya sesuai SNI.