Ahad 04 Nov 2012 13:20 WIB

Krisis Ekonomi Menghantui, Industri Baja Dunia Pun Loyo

Industri baja - ilustrasi
Industri baja - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri baja di sejumlah negara produsen mengalami penurunan kinerja yang signifikan sebagai dampak dari perlambatan ekonomi Cina dan krisis global di Eropa dan Amerika. Asosiasi Baja Dunia memprediksi pertumbuhan permintaan baja dunia hingga akhir 2012 akan turun menjadi 2,1 persen dari 6,2 persen pada 2011.

Sekjen Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISA), Edward Pinem mengatakan Ahad (4/11), penurunan kinerja para produsen baja tersebut salah satunya dipicu oleh menurunnya perekonomian Cina, sebagai lokomotif industri dunia.

"Akibatnya, industri baja mengalami penurunan permintaan dan harga jual baja jadi tertekan," ujar Pinem.

Perlambatan ekonomi China membuat permintaan baja merosot dan kelebihan kapasitas produksi. Salah satu produsen baja terbesar Cina Baoshan Iron & Steel Co (Baosteel) bahkan terpaksa menghentikan salah satu pabriknya untuk mengurangi kerugian yang lebih besar.

"Tak hanya di China sejumlah perusahaan baja lain seperti Lion Diversified (Malaysia) merugi hingga 78,5 juta dolar AS, Sahaviriya (Thailand) rugi 240 juta dolar AS, dan Pakistan Steel (Pakistan) rugi 745 juta dolar AS," bebernya. 

Bahkan BlueScope (Australia) dan Nippon Steel (Jepang) merugi hingga miliaran dolar. Salah satu yang terkena dampak paling parah adalah perusahaan baja asal Korea, Posco. Akibat penurunan kinerjanya lembaga pemeringkat

Moodys Investor Service menurunkan peringkat utang Posco dari A3 menjadi BAA1 dengan outlook negatif.Penurunan peringkat Posco tersebut terutama karena kemerosotan kinerja yang terus dialami produsen baja asal Korea tersebut. Bahkan, sedemikian parahnya, Posco terpaksa menjual aset-asetnya senilai 2,5 triliun won, untuk menutup keuangannya.

Perusahaan baja itu baru-baru ini juga menurunkan target penjualan 2012 untuk ke tiga kalinya, setelah perolehan laba kuartal ke tiga tidak mencapai target. Akibatnya, pendapatan induk usaha diprediksi turun menjadi 36,3 triliun won atau 32,9 miliar dolar AS untuk tahun ini. 

Target tersebut turun dari yang ditetapkan pada Juli lalu 37,5 triliun won. Sepanjang kuartal tiga 2012, laba bersih induk perseroan mencapai 744 miliar won, kurang dari estimasi rata-rata 17 analis yang disurvei Bloomberg, yakni 753,6 miliar won.

Harga rata-rata lembaran baja dari Posco, yang dipakai untuk kapal dan mesin, turun 17 persen pada kuartal ke tiga tahun ini, penurunan paling dalam dalam dibandingkan produk-produk lainnya, sedangkan harga gulungan baja, yang merupakan produk utamanya, turun 10 persen. "Kondisi serupa juga dialami sejumlah perusahaan baja lainnya," tutur Pinem.

Meski tak separah Posco, Bluescope Steel, misalnya, produsen baja asal Australia itu menurunkan kapasitas produksinya hingga 50 persen. Akibatnya, pada semester pertama 2012, Bluescoop merugi hingga 1,09. miliar dolar AS.

Kondisi serupa dialami Sahaviriya, produsen baja asal Thailand yang pada semester pertama kemarin merugi hingga 159,13 juta dolar AS, serta perusahaan baja asal Malaysia, Lion Diversified yang rugi hingga 78,5 juta dolar AS pada periode yang sama.

Untuk menyiasati penurunan kinerja tersebut, perusahaan di kawasan Australia dan Amerika rata-rata memotong kapasitas produksi hingga separuh posisi awal. Eropa memangkas kapasitas produksi sekitar 30 persen dan Cina menurunkan hingga kisaran 25 - 30 persen.

Clarkson Plc, perusahaan ekspor-impor terbesar dunia menyatakan, permintaan ekspor baja turun 53 persen pada 9 bulan pertama tahun ini menjadi 31,1 juta ton berat mati, terendah sejak 1999. Kendati demikian, Pinem optimistis, kinerja industri baja dunia pada tahun depan, akan kembali bergairah.  

Syaratnya, kondisi ekonomi dunia kembali membaik serta Cina kembali meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Apalagi, pasar baja dalam negeri juga menunjukkan pertumbuhan permintaan antara 6-7 persen per tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement