Rabu 10 Oct 2012 21:04 WIB

Ketidakpastian Regulasi Buruh Pukul Industri Manufaktur

Rep: Nur Aini/ Red: Chairul Akhmad
Aksi Buruh (ilustrasi)
Foto: Antara
Aksi Buruh (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketidakpastian regulasi terkait buruh telah memukul industri manufaktur dalam negeri. Kendala tersebut dinilai akan membuat investor di industri manufaktur hengkang dari Indonesia.

Ekonom Senior World Bank, Sjamsu Rahardja, mengatakan krisis ekonomi global telah menekan produksi industri manufaktur di seluruh dunia.

Akan tetapi, permasalahan di dalam negeri seperti ketidakpastian buruh membuat industri manufaktur semakin terpuruk. “Itu pada akhirnya memengaruhi mental calon investor yang akan masuk ke Indonesia,” ujarnya di Jakarta, Rabu (10/10).

Permasalahan di dalam negeri juga berasal dari infrastruktur yang belum memadai. Biaya angkut kontainer di dalam negeri, kata Sjamsu, lebih mahal dua kali lipat dari Malaysia. Hal ini yang membuat investor berpikir kembali untuk meneruskan usahanya di Indonesia.

Keterpurukan industri manufaktur tersebut ditambah lagi dengan kredit dari perbankan yang jumlahnya semakin turun. Ekonom Bank Mandiri, Destry Damayanti, mengatakan kredit perbankan untuk sektor manufaktur menurun dalam satu dekade terakhir.

Pada 2002, kredit untuk sektor manufaktur mencapai 33,7 persen dari total kredit. Jumlah ini menurun pada 2005 menjadi 24,8 persen dan pada 2010 sebesar 15,6 persen. Kredit ke sektor manufaktur pada Agustus 2012 hanya sekitar 16,3 persen dari total kredit perbankan.

Penurunan kredit perbankan tersebut lantaran risiko kredit ke industri manufaktur relatif tinggi. Destry mengatakan produksi industri manufaktur memiliki ketidakpastian lantaran krisis ekonomi global. “Ada persepsi sektor manufaktur volatile dan risikonya tinggi, sehingga bank memberikan kredit ke sektor itu dengan sangat prudent (hati-hati),” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement