Rabu 05 Sep 2012 19:06 WIB

Inikah Penyebab Investor Enggan Tanam Modal di Sektor Migas?

Cadangan migas Indonesia yang tersisa saat ini sekitar 10 miliar barel. Sedangkan produksi minyak yang dilakukan BP Migas belum mencapai target yakni 930.000 barrel per hari.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Cadangan migas Indonesia yang tersisa saat ini sekitar 10 miliar barel. Sedangkan produksi minyak yang dilakukan BP Migas belum mencapai target yakni 930.000 barrel per hari.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Wakil Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, Indonesia masih lemah soal data sumber daya minyak dan gas sehingga investor enggan menanamkan modalnya.

"Pemerintah masih belum bisa menyediakan data yang cukup dan bagus tentang potensi migas, maka investasi masih rendah," kata Komaidi Notonegoro ketika menjadi pembicara pada diskusi publik 'Membangun Tata Kelola Migas Melalui Revisi UU Nomor 22 Tahun 2001' di Galeri Cafe, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (5/9).

Pada acara diskusi yang diadakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) itu, Komaidi mengatakan investor tidak mau ambil risiko melakukan pengeboran bila tidak mendapat kepastian tentang potensi migas yang ada di suatu wilayah.

Pernah terjadi, investor sudah berniat mengebor di suatu wilayah, ternyata tidak ditemukan kandungan minyak atau gas bumi melainkan hanya batu-batu gunung. Padahal, untuk mengebor memerlukan dana ratusan juta dolar.

"Sementara pemerintah juga tidak berani ambil risiko dengan melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas dengan modal sendiri," katanya.

Karena itu, pola yang dilakukan pemerintah dalam tata kelola migas saat ini adalah 'production sharing contract' (PSC) dengan investor. Pola itu dipilih karena pemerintah kuat secara politis birokratis, tetapi tidak kuat secara teknis usaha. Akibatnya badan usaha migas milik negara tidak siap untuk besar dan mandiri.

"Itu karena, meskipun secara de jure migas dikuasai negara, tetapi secara de facto dikuasai asing," katanya.

Namun, bila penguasaan migas oleh asing dihapus dan perusahaan minyak asing diusir, dia menilai sumber daya manusia dan teknologi pemerintah dan Pertamina tidak siap. "Menurut saya, pengurangan subsidi untuk membangun kilang minyak akan lebih strategis," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement