REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Grup Humas Bank Indonesia (BI) Difi A Johansyah mengakui lemahnya modal perbankan di Indonesia membuat bank sentral tidak bisa membatasi investor asing, seperti Malaysia dan Singapura untuk masuk ke dalam negeri.
Baru-baru ini, Singapura membatasi operasional bank asing dengan mewajibkan kantor cabang bank asing membentuk badan hukum. Difi mengatakan, aturan tersebut bisa diberlakukan di Singapura karena perbankan lokal sudah kuat.
Posisi 15 bank terbesar di ASEAN pun, kata Difi, didominasi bank Singapura dan Malaysia. "Mereka (perbankan Singapura dan Malaysia) lebih dulu kuat dari kita," ujarnya, Senin (24/7). Sedangkan bank nasional baru tumbuh pesat sejak ada konsolidasi perbankan pada 1999.
Meski demikian, Difi yakin posisi bank nasional di pasar domestik sulit digeser oleh bank asing yang ada di Tanah Air. Difi mengatakan, sejumlah bank nasional seperti BRI, BNI, Bank Mandiri, Bukopin memiliki modal dan jaringan yang kuat. "Mereka tidak bisa disaingi bank asing karena dari sisi efisiensi, modal, jaringan IT sudah kuat di dalam negeri, " ujarnya.
Berdasarkan data BI, perkembangan jumlah bank umum dan kantor bank umum di Indonesia memang masih didominasi bank pemerintah maupun swasta nasional. Untuk bank BUMN, misalnya, dari empat bank BUMN yang ada saat ini memiliki 4.591 cabang per Mei 2012. Jumlah ini meningkat 229 cabang sejak akhir 2011.
Sementara itu, bank swasta nasional (bank devisa) yang sebanyak 36 bank memiliki 7.293 cabang yang tersebar. Jumlah ini meningkat 84 cabang selama lima bulan terakhir. Bank yang masuk kategori joint venture bank, sebanyak 14 dan memiliki cabang 265. Atau, hanya bertambah lima cabang sejak Desember tahun lalu.
Sedangkan bank asing, dari 10 bank asing yang memiliki 191 cabang di seluruh Indonesia. Jumlah ini justru menurun, karena pada akhir Desember 2011, cabang bank asing masih sebanyak 206 kantor. Ada 15 kantor cabang bank asing yang tutup.
Ditemui sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah mengatakan, bank sentral memberi aturan ketat bagi investor yang ingin memiliki saham lebih dari 40 persen. Investor tersebut harus berasal dari lembaga keuangan bank dan memiliki peringkat komposit satu atau dua.
"Pasal ini cukup berat, tidak sembarangan. Karena, salah satunya bank wajib membeli surat utang convertible jadi saham jika bank kekurangan uang," ujar Halim.
Bank sentral, lanjut Halim, memiliki prosedur pengawasan untuk menghindari adanya praktik lobi dalam penilaian kesehatan bank. Jika ada diskusi antara BI dan bankir pun ditegaskan Halim, bukan dalam upaya meminta keringanan tetapi biasanya mengenai penjelasan aturan bank sentral. "BI juga lembaga independen, tidak ada tekanan politik," tegasnya.