REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Aksi korporasi Temasek (investor asal Singapura) dalam melakukan penjualan saham Bank Danamon ke DBS dinilai telah melecehkan stakeholders di Indonesia. Temasek hanya menawarkan saham Danamon ke pihak-pihak terafiliasi saja.
Dengan kata lain, Temasek sengaja menutup kesempatan bagi perbankan nasional untuk membeli saham Danamon. Akibatnya, penguasaan asing di perbankan nasional ini akan semakin memperbesar peluang besar bagi terjadinya kasus pencucian uang.
Pasalnya, kepemilikan asing sampai 100 persen di bank di Indonesia bisa membuka pintu secara lebar bagi terjadinya kasus money laundring. "Jadi, kalau bank itu sepenuhnya milik asing, maka uang para penjahat money laundry itu langsung ditransfer ke negara asal dari si pemilik bank tersebut," ujar pengamat ekonomi dari Ec-Think, Iman Sugema, di Jakarta, Ahad (1/4).
Dan regulator, lanjut Iman, tidak punya kewenangan untuk menindaknya, karena ini jadi masalah G to G (negara ke negara). "Sekarang, apakah kita punya hubungan bilateral dengan Singapura?" tanya dia.
Kalau pemerintah dan DPR punya komitmen besar untuk memberantas money laundering, menurut Iman, wacana mengenai pembentukan UU yang membatasi kepemilikan saham asing dapat segera direalisasikan.
"BI dan DPR harus memiliki keberanian dan niat baik untuk mulai merancang seperti apa format kepemilikan saham asing ke depan. Diharapkan, bank lokal bisa diutamakan kepemilikannya," tegas Iman.