REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Perindustrian, MS Hidayat, mengapresiasi mobil Esemka yang diproduksi oleh siswa-siswa SMK. Namun, menurutnya, jika berbicara mengenai industri mobil, itu merupakan suatu bahasan yang berbeda.
“Kita salut, tapi pencapaian itu harus dilanjuti dengan suatu kemampuan manufaktur yang permanen dari teknologi maupun kelayakan,” ujar Hidayat di kantor Kemenperin, Senin (9/1).
Untuk mengarah ke industri, mobil Esemka harus lolos segi kelayakan terlebih dahulu. Menurut Hidayat, dalam industri juga tak hanya melulu berbicara mengenai manufaktur, namun juga termasuk infrastruktur seperti adanya outlet bengkel yang tersedia di seluruh negeri, serta kelayakan purna jual.
Hal tersebut, dirasanya membutuhkan investasi yang sangat besar. Jika sudah masuk skala industri, penemu mobil Esemka harus segera berpikir bisnis dan bergabung dengan investor.
Pemerintah, menurut Hidayat, akan membantu dengan memberikan kebijakan yang mendukung. Ia menyebutkan seperti kebijakan fiskal, memberikan pembebasan bea masuk impor komponen mobil yang diperlukan atau Peraturan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMTDP) terhadap komponen yang belum bisa diproduksi di Indonesia.
Ia juga mengatakan, pemerintah juga akan membantu dari segi investor untuk mendapatkan kemudahan kredit. “Namun pada akhirnya harus mampu berkompetisi di pasar domestik yang lebih kurang sudah didominasi oleh 20 merek,” ujar dia.
Walaupun pemerintah nantinya juga akan membantu dengan ikut membeli mobil Esemka, produksi mobil nasional tak bisa terus diproteksi karena bisa dianggap melanggar aturan organisasi perdagangan dunia (WTO).
Setelah gagalnya mobil Timor sebagai mobil nasional, Hidayat ingin lebih berkonsentrasi penuh untuk pembuatan industri mobil nasional. Kuncinya, ia menegaskan, industri mobil nasional harus bisa bersaing dengan merk yang sudah ada.