Jumat 14 Oct 2011 19:28 WIB

Kepemilikan Aset Amat Berharga Saat Krisis

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Melihat pengaruh karakteristik krisis ekonomi yang melanda Amerika dan Eropa, yang membedakan si kaya dan si miskin di Indonesia nantinya bukanlah pendapatan, tetapi kepemilikan aset.

Pengamat ekonomi Standar Chartered, Fauzi Ichsan, mencontohkan sekecil apa pun lahan pertanian tetap akan menguntungkan petani. “Petani yang memiliki  lahan pertanian akan sejahtera daripada yang tak punya lahan,” katanya, Jumat (14/10).

Sebab, harga pangan akan terus naik akibat perubahan iklim berkepanjangan dan urbanisasi. Kondisinya, kata Fauzi, perubahan iklim dan urbanisasi yang terjadi beberapa tahun terakhir membuat banyak petani memutuskan menjual lahannya.

Lahan pertanian jadi semakin menyempit. Akhirnya, harga pangan naik drastis dan kondisi ini dimanfaatkan spekulator. Banyaknya petani yang menjual asetnya membuat sektor riil pertanian di Indonesia mandek.

Padahal, banyak uang menganggur akibat tak terserap sektor riil. Proyek-proyek pembangunan pun akhirnya mencari aset lunak. Misalnya saham, obligasi, dan mata uang. “Aset non-keras inilah yang masih bisa diperdagangkan,” ujar Fauzi.

Fauzi menilai sangat penting bagi pemerintah negara-negara seperti Indonesia, India, dan Brasil untuk melindungi rakyat kecilnya, khususnya petani agar tetap memiliki aset sekecil apa pun itu.

Menurut Fauzi, nilai aset di negara-negara timur, seperti Indonesia, akan semakin naik. Pasalnya, investor yang memiliki dana menganggur akan kembali mencari pasar modal yang kondisi ekonominya pesat dan suku bunganya tinggi. Indonesia termasuk di dalamnya. Apalagi, akhir tahun ini rupiah diperkirakan menguat terhadap dolar hingga Rp 8.500.

Jadi, kepemilikan aset yang merata amat penting. "Ini mutlak diperlukan, agar rakyat tak terdampak krisis yang melanda Eropa, seperti krisis di Yunani, Irlandia, dan Portugal," kata Fauzi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement