Rabu 14 Sep 2011 19:28 WIB

Sanksi Penarikan Devisa Harus Tegas

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Krisman Purwoko

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Aturan bagi eksportir untuk menyimpan hasil transaksi di dalam negeri tidak akan ada artinya jika tak diikuti sanksi tegas. Bank Indonesia sebagai penerbit aturan itu harus memberi sanksi bagi eksportir yang tetap ogah memarkir hasil transaksinya di Indonesia.

"Terus terang, banyak pengusaha Indonesia itu tidak nasionalis," kata pengamat pasar uang Farial Anwar ketika dihubungi, Rabu (14/9). Dia mengatakan, pengusaha itu lebih memilih menyimpan hasil transaksi ekspor di Singapura, Cina, atau Hongkong.

Farial memperkirakan, terdapat miliaran dolar hasil transaksi ekspor dari Indonesia yang tersimpan di Singapura. Padahal, kata dia, komoditas ekspor itu berasal dari kekayaan alam Indonesia, sehingga sudah menjadi hak Indonesia untuk menikmati devisa.

"Saat ini, devisa yang bersumber dari ekspor produk Indonesia malah dinikmati negara lain," kata Farial. Oleh karenanya, aturan yang diterbitkan BI ini sebenarnya sudah dinanti sejak dulu, namun tidak ada kata terlambat untuk menerapkan aturan itu.

Menurut Farial, negara lain sudah lebih dulu mengatur penyimpanan devisa hasil ekspor. Dia mencontohkan, Thailand sudah sejak lama mengatur capital in dan out dari negerinya. Indonesia harus segera menerapkan aturan penyimpanan devisa ini.

Dia mengingatkan, BI juga harus memperhatikan UU No 24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa yang tak mengatur soal larangan penyimpanan hasil ekspor di luar negeri. "Undang-Undang ini juga harus diubah," kata dia. Eksportir sangat kuat sekali lobinya, sehingga muncul Undang-Undang yang kontraproduktif.

Sanksi yang bisa diterapkan adalah saran dari BI kepada perbankan agar tak mendukung pembiayaan eksportir yang menyimpan hasil transaksinya di luar negeri. Menurut Farial, BI lebih tahu soal aturan perbankan, sehingga bisa mencari formulasi sanksi yang tepat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement