Kamis 14 Jul 2011 18:39 WIB

Fadel Muhammad Larang Mutiara Cina Masuk Indonesia

Mutiara (Ilustrasi)
Mutiara (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mutiara merupakan produk perikanan non-konsumsi yang spesifik. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, mutiara adalah salah satu kebanggaan dan jati diri bangsa Indonesia sekaligus memiliki potensi ekonomi yang cukup besar karena melibatkan banyak tenaga kerja.

Hal itu disampaikan Fadelsaat membuka Munas IV Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI) hari ini (14/7) di Surabaya. Untuk itu, ia menegaskan melarang masuknya mutiara asal China yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) ke wilayah Indonesia.

Pelarangan dilakukan sebagai upaya Pemerintah untuk melindungi bisnis mutiara di Indonesia. Saat ini, produksi mutiara Indonesia tercatat  menguasai 43 persen produksi mutiara dunia, dengan total produksi sebanyak 12 ton per tahun dan sebanyak 5 ton di antaranya adalah diekspor.

Namun demikian, tingginya produksi mutiara belum diikuti dengan peningkatan kualitas mutiara. Akibatnya, harga mutiara Indonesia di pasar dunia masih jauh lebih rendah dibandingkan mutiara asal Australia.

Untuk merealisasikan target tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan 4 (empat) dukungan. Pertama, pembangunan Broodstock Center Mutiara di Karang Asem, Bali. Kedua, membentuk Direktorat Pengembangan Produk Perikanan Non Konsumsi di bawah Ditjen P2HP KKP.

Ketiga,  membentuk Komisi Hasil Perikanan Sub Komisi Mutiara Indonesia di bawah koordinasi Ditjen P2HP. Keempat, mendorong terbitnya Standar Nasional Indonesia (SNI)mutiara yang sekarang telah terbit (SNI 4989:2011). Terbitnya SNI mutiara (SNI 4989:2011) harus digunakan sebagai dasar dalam menyusun Standar Operating Procedure Grading mutiara dan perlu ditindak lanjuti dengan membuat Indonesia Quality Pearl Label (IQPL).

Bisnis mutiara terbilang sangat menjanjikan. Pada tahun 2010, nilai perdagangan mutiara dunia mencapai US$ 1,5 miliar dan Indonesia baru mampu mengekspor US$ 30 juta.

Jenis mutiara yang paling mahal dan terkenal adalah south sea pearl. Indoneisa masih tercatat sebagai negara produsen mutiara terbesar di dunia.

Bisnis mutiara saat ini telah digeluti oleh 27 perusahaan skala menengah dan besar dengan mempekerjakan sekitar 3000 orang, terdapat 100 pedagang mutiara, mempekerjakan 100 orang pekerja perhiasan mutiara, 300 pengrajin mutiara, dan melibatkan 5000 usaha kecil penghasil benih mutiara. Kondisi ini menunjukan bahwa bisnis mutiara perlu didorong karena melibatkan banyak tenaga kerja.

Hingga kini, Perdagangan jenis mutiara terdapat tiga tipe. Pertama, mutiara hasil dari kerang alam. Mutiara tipe ini dari 1000 kerang belum tentu menghasilkan satu butir mutiara, yaitu mutiara alam. Mutiara tipe ini menjadi barang langka yang sangat mahal.

Kedua, mutiara dari budidaya hasil dari kerang alam. Mutiara tipe ini mulai dikembangkan oleh Mikimoto awal abad ke-19 dengan harga sangat mahal tetapi sudah banyak orang yang menjual dan lebih mudah diperoleh.

Ketiga, mutiara hasil budidaya dari kerang hasil pembenihan. Mutiara tipe ini jumlah produksinya melimpah, produsen harus menawarkan dagangannya kepada buyer melalui promosi dan pameran, dan hanya mutiara yang benar-benar berkualitas tinggi (high grade) saja yang mampu bersaing di pasar.

Kunci utama dari persaingan bisnis tipe ketiga ini adalah kerang mutiara siap dioperasi yang berkualitas tinggi yang diperoleh melalui dua cara, yaitu kerang alam dan hasil pembenihan tingkat tinggi.

Untuk memperoleh mutiara unggul harus didukung lingkungan yang baik, Lingkungan budidaya mutiara sangat penting karena pakan kerang adalah plankton yang tersedia dalam lingkungan budidaya, inilah kekuatan sekaligus kelemahan budidaya mutiara. Pada budidaya ikan/udang, pakan menjadi beban biaya produksi sekitar 60%, tetapi pakan yang diberikan pada ikan/udang merupakan lanjutan dari pemberian pakan saat di hatchery.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement