REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Komisaris PT Newmont Nusa Tenggara, Kurtubi, merasa kecewa karena tindakan Pemerintah Pusat melakukan transaksi pembelian saham divestasi 7 persen perusahaan emas tersebut. "Saya sebagai putera daerah sangat menyayangkan pembelian saham divestasi 7 persen oleh Pemerintah Pusat," tegasnya, di Surabaya, Rabu (13/7).
Apalagi, ungkap dia, selama ini Pemerintah Pusat banyak menerima kucuran dana dari PT Newmont Nusa Tenggara berupa pajak kompensasi dan bagi hasil sekitar Rp 6,7 triliun per tahun. "Namun, royalti triliunan rupiah yang tersalur ke Pemerintah Pusat tersebut sampai sekarang yang teralokasi ke daerah minim atau sekitar Rp 250 miliar per tahun," ujarnya.
Untuk itu, saran dia, permasalahan divestasi PT Newmont Nusa Tenggara tersebut idealnya dapat diberikan kepada pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat/NTB. "Jika ke depan dikuasai Bakrie, Pemerintah Pusat harus memberi jaminan agar mudah mendapatkan dana," katanya.
Bahkan, ia mengingatkan, PT Newmont Nusa Tenggara berada di Nusa Tenggara Barat di mana provinsi tersebut merupakan salah satu daerah termiskin di Indonesia. "Di sisi lain, sampai sekarang pemerintah selalu menginginkan pemerataan pembangunan di segala bidang tetapi mengapa daerah hanya mendapat dana kucuran minim dari Newmont dibandingkan Pemerintah Pusat," katanya.
Di samping itu, tambah dia, selama ini Pemerintah Pusat sudah memiliki saham sebanyak 9,6 persen di Freeport Papua meskipun perkembangannya belum terlihat. Bahkan, Freeport tidak mau divestasi. "Di Freeport saja perkembangannya nihil, kenapa sekarang membeli saham divestasi Newmont dengan dalih memperbaiki sisi internal. Apalagi, rencananya setelah tuntas masalah divestasi ini Newmont siap 'IPO'," katanya.
Ia optimistis, jika Newmont merealisasi "IPO"-nya maka penjualan sahamnya akan laris menyusul prospek bisnis dan harga komoditas emas saat ini kian membaik. "Akan tetapi, sampai sekarang saya belum tahu pasti siapa yang ditunjuk sebagai 'underwriter' atas 'IPO' tersebut," katanya.