REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Demi menekan pembengkakan anggaran subsidi tahun 2011, menaikkan harga BBM dipandang pilihan lebih masuk akal. Demikian disampaikan pengamat energi, Pri Agung Rakhmanto dan Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Satya W Yudha, saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/7).
Pri Agung mengatakan, pilihan paling realistis menekan anggaran subsidi adalah menaikkan harga BBM bersubsidi. "Dari segi waktu, opsi pengaturan harga subsidi premium sudah tidak relevan lagi diterapkan untuk mengatasi pembengkakan anggaran subsidi BBM pada tahun ini," kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu.
Apalagi, lanjutnya, potensi distorsi, khususnya penyalahgunaan dan pasar gelap BBM akibat penerapan pengaturan distribusi cukup tinggi. Kondisi itu membuat kebijakan tidak implementatif dan tidak efektif diterapkan saat ini maupun masa datang.
Hal senada dikemukakan Satya Yudha. Menurut dia, UU APBN 2011 telah mengizinkan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi jika harga minyak mentah Indonesia (Indonesia crude price/ICP) telah 10 persen di atas asumsi APBN 2011 sebesar 80 dolar AS per barel atau 88 dolar AS per barel.
Saat ini, lanjutnya, meski harga minyak dunia sudah cenderung turun, namun secara rata-rata ICP periode Januari-Juni 2011 sudah di atas 100 dolar AS per barel.
Berdasarkan laporan Tim Harga Minyak Mentah Kementerian ESDM, harga ICP rata-rata periode Januari-Juni 2011 mencapai 111 dolar AS per barel atau 38,75 persen di atas asumsi 80 dolar AS per barel.
"Artinya, pemerintah sudah punya landasan hukum menaikkan harga BBM. Tunggu apa lagi," kata Satya. Subsidi BBM dalam APBN 2011 sudah ditetapkan Rp92,79 triliun.
Pri Agung mengingatkan, kenaikan harga BBM bersubsidi sudah mendesak dilakukan. Menurut dia, setiap kenaikan harga ICP sebesar satu dolar AS per barel di atas asumsi APBN 80 dolar AS per barel bakal meningkatkan subsidi BBM Rp2,7 triliun.
Dengan demikian, lanjutnya, realisasi harga rata-rata ICP yang menyentuh 111 dolar AS per barel atau naik 31 dolar AS per barel bakal meningkatkan subsidi BBM dan listrik Rp83,7 triliun.
Belum lagi, lanjutnya, kenaikan konsumsi BBM bersubsidi yang diperkirakan berada di atas kuota dan produksi minyak di bawah target APBN 2011 juga bakal meningkatkan anggaran subsidi BBM.
Pemerintah sudah memperkirakan konsumsi BBM bersubsidi bakal menjadi 40,4 juta kiloliter atau naik 1,8 juta kiloliter dibandingkan kuota APBN 2011 sebesar 38,6 juta kiloliter. Sementara, produksi minyak diperkirakan sekitar 950.000 barel per hari atau di bawah target APBN 2011 sebesar 970.000 barel per hari.
"Sementara, kalau pemerintah menaikkan harga BBM untuk jenis premium dan solar sebesar Rp1.000 per liter, maka bisa menekan anggaran subsidi mencapai Rp20 triliun," katanya.
Menurut dia, penghematan subsidi sebesar Rp20 triliun tersebut bisa digunakan pemerintah untuk meningkatkan anggaran infrastruktur dasar, kesehatan, dan pendidikan. Pri Agung juga mengatakan, kenaikan harga BBM akan berdampak sosial dan inflasi.
"Namun, opsi kenaikan harga BBM jauh lebih banyak manfaatnya dibandingkan kerugiannya," katanya. Masyarakat, lanjutnya, juga bisa lebih berhak menuntut agar hasil penghematan akibat kenaikan harga BBM dikembalikan dalam bentuk program yang bisa dirasakan langsung manfaatnya.