Sabtu 02 Apr 2011 17:46 WIB

Wapres Minta Bank BUMN Cari Solusi Kredit Macet Petani

REPUBLIKA.CO.ID,Wakil Presiden Boediono meminta bank-bank BUMN untuk mencari solusi segera mengatasi kredit macet para petani, terutama petani karet yang telah mengakibatkan mereka sulit untuk berproduksi.

"Kalau situasinya harga karet yang bagus, mestinya ada jalan keluar dari perbankan, toh secara bisnis baik, apalagi ke depan berprospek," kata Wapres Boediono di depan para petani karet di Dusun Rasau, Kelurahan Jembatan Emas, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Jambi, Sabtu.

Selain itu, lanjut Wapres, penghapusan kredit macet juga tidak memberikan contoh yang baik, karena bisa membuat para petani yang bisa membayar kredit akan ikut-ikutan.

"Opsi yang diperhitungkan tidak mungkin dihapuskan sesuai UU, tapi juga tidak baik hapus-hapusan," katanya.

Untuk itu ia meminta kepada bank-bank BUMN untuk membuat solusi, agar para petani yang kreditnya macet dapat kembali mengakses modal untuk berproduksi. Apalagi menurut Wapres, untuk petani karet yang harga hasil produksinya saat ini membaik dan prospek ke depan yang bagus.

Selain itu, Wapres juga meminta agar masalah sertifikasi tanah segera dapat diatasi, sehingga para petani bisa mengakses kredit ke bank untuk berproduksi secara optimal.

Sementara itu, Bupati Batanghari Abdul Fatah, dalam acara itu melaporkan adanya kredit macet yang dialami oleh para petani di daerahnya, terutama dari program PIR (perkebunan inti rakyat) khusus dan PIR trans.

Ia mengatakan, 4.168 kepala keluarga petani tidak mampu membayar utang dengan total nilai Rp 6,9 miliar. "Sedangkan untuk pola PIR khusus dan PIR transmigrasi, sisa hutang Rp25 miliar dengan jumlah 3.330 kepala keluarga," katanya.

Bupati mengatakan, akibat kredit macet tersebut banyak petani tidak bisa berproduksi dan merevitalisasi perkebunannya. Akibatnya, banyak perkebunan dengan pohon yang sudah tua tidak bisa diremajakan.

Ia mencontohkan areal tanaman karet yang dikembangkan melalui PIR khusus, PIR transmigrasi dan melalui proyek UPT seperti proyek rehabilitasi sejak 1979 seluas 29.336 ha.

Secara teknis kebun karet itu tidak layak lagi karena produktivitasnya sangat rendah bahkan tidak bernilai ekonomis lagi karena tanaman telah banyak yang mati. Sedangkan para petaninya terlilit kredit macet yang membuat tidak bisa meremajakan kebun tersebut.

Untuk itu, ia berharap kredit macet para petani tersebut dapat dihapuskan, sehingga mereka dapat mengakses kembali modal untuk berproduksi.

Ia juga mengungkapkan tentang masih rendahnya serapan kredit untuk revitalisasi pertanian dan perkebunan. Dari 2.712 kepala keluarga yang mengajukan kredit dengan total luas lahan 6.788 ha, hanya 54 kepala keluarga yang mendapatkan kredit dengan total nilai sebesar Rp1,37 miliar atau 1,99 persen dari yang mengajukan.

Rendahnya serapan kredit tersebut, menurut dia, karena tiadanya sertifikat yang dimiliki para petani sebagai agunan kredit. Untuk itu, ia mengharapkan adanya program sertifikasi lahan yang murah dan terjangkau oleh para petani.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement