REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK--Harga minyak dunia jatuh pada Senin waktu setempat, karena para pedagang terus mengawasi perang di Libya, di mana pemberontak mengatakan mereka memiliki kesepakatan dengan Qatar untuk memulai lagi ekspor minyak yang sudah hampir ditutup akibat pertempuran. Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk pengiriman Mei, menetap di 103,98 dolar AS per barel, turun 1,42 dolar AS dari tingkat penutupan Jumat.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Mei turun 79 sen menjadi ditutup pada 114,80 dolar AS per barel. Qatar pada Senin menjadi negara kedua setelah Prancis yang mengakui dewan pemberontak Libya, Dewan Transisi Nasional Sementara (Provisional Transitional National Council/PTNC) sebagai "satu-satunya wakil sah" dari Libya.
Dewan, beranggotakan 31 lembagaa yang mewakili kota besar dan kota-kota di utara negara Afrika itu, mengatakan pada Minggu bahwa Libya timur yang dikuasai pemberontak sudah memproduksi minyak mentah. Seorang pejabat PTNC mengumumkan dewan telah menandatangani kontrak untuk Qatar ke pasar minyak mentah, dan bahwa ekspor tersebut diharapkan akan dimulai pada "kurang dari seminggu."
"Kami memproduksi sekitar 100.000 sampai 130.000 barel per hari -- kami dapat dengan mudah menaikkannya menjadi sekitar 300.000 barel per hari," Ali Tarhoni, wakil pemberontak yang bertanggung jawab untuk ekonomi, keuangan dan minyak, mengatakan pada konferensi pers.
Libya memproduksi 1,69 juta barel per hari minyak mentah sebelum kerusuhan, tetapi sekarang hampir terhenti.
"Pengakuan badan pemberontak sebagai sah oleh kekuatan regional, ditambah kesimpulan akhir pekan bahwa produksi minyak dari negara yang diperangi dapat dipasarkan dengan bantuan Qatar, dianggap sebagai bearish di pasar," kata Lawrence Eagles di JPMorgan Chase Bank. Eagles mencatat bahwa pelabuhan minyak Libya sedang direbut kembali oleh kekuatan oposisi, karena NATO memerintahkan koalisi meningkatkan keseimbangan kekuatan dukungan udara pada mereka yang didukung.
Harga minyak memperoleh dukungan "dari meningkatnya ketegangan politik di Yaman dan Suriah serta perang sipil yang sedang berlangsung di Libya," analis pada grup riset JBC Energy mengatakan dalam sebuah catatan kliennya pada Senin. "Namun demikian, dengan hilangnya sebagian besar produksi Libya sedang sangat diperhitungkan dalam harga Brent sebesar 115 dolar AS per barel, dan produksi minyak mentah Yaman dan Suriah yang relatif kecil kepentingannya untuk pasar minyak global, berdampak 'bullish' (harga) agak kecil."