Jumat 20 Oct 2017 08:28 WIB

Kesenjangan Sosial Ekonomi Berpotensi Makin Parah

Rep: Mursalin Yasland, Dessy Suciati Saputri/ Red: Elba Damhuri
Rumah Kumuh (Ilustrasi)
Foto: Antara
Rumah Kumuh (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Perhelatan Seminar Nasional dan Sidang Pleno Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia ke XIX di Swiss-Bel Hotel, Bandar Lampung, Lampung, secara resmi dibuka pada Rabu (18/10) malam. Ketua Umum PP ISEI Muliaman D Hadad menjelaskan tema besar acara adalah kesenjangan sosial ekonomi. "Topik yang dibahas tahun ini sangat tepat, yaitu ekonomi dalam mengatasi kesenjangan," ujar Muliaman.

Mantan ketua dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan ini mengatakan, kesenjangan di Tanah Air meliputi dua aspek penting, yaitu kesenjangan antarpopulasi dan kesenjangan pendapatan antardaerah.

Muliaman lantas mengutip laporan Bank Dunia bertajuk "Indonesia's Rising Divide". Dalam laporan itu disebutkan Indonesia mengalami lonjakan kesenjangan sosial ekonomi secara signifikan. Tercatat hanya 20 persen penduduk Indonesia yang mampu menikmati manfaat pertumbuhan ekonomi dalam satu dekade terakhir.

Laporan itu juga mengungkapkan, Indonesia menghadapi masalah konsentrasi kesejahteraan tertinggi di dunia. Tercatat hanya 10 persen masyarakat Indonesia terkaya menguasai sekitar 77 persen kekayaan negara. "Pendapatan kekayaan ini terkadang dikenai pajak yang lebih rendah dibandingkan pendapatan pekerja," kata Muliaman.

Artinya, Indonesia diprediksi bakal menghadapi permasalahan kesenjangan sosial ekonomi yang makin parah pada masa mendatang. Adapun penyebab peningkatan kesenjangan itu adalah ketidaksamaan kesempatan, ketidaksamaan dalam pekerjaan, terkonsentrasinya aset pada kelompok kaya, dan rendahnya resiliensi.

"Masalah kesenjangan sosial ekonomi saat ini sudah sangat dibutuhkan terobosan dalam penanganannya. Kesenjangan sosial ekonomi menjadi persoalan bersama. Meski pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di atas rata-rata setiap tahunnya, jangan membuat terlena."

Lebih lanjut, dia menjelaskan, secara spesifik ISEI akan menyampaikan ide ataupun gagasan untuk diusulkan kepada pemerintah. Diharapkan kesenjangan sosial ekonomi bisa dikurangi.

Di acara yang sama, pada Rabu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai persoalan kesenjangan sosial ekonomi di Tanah Air semakin kompleks. Padahal, tingkat kemiskinan terus dipangkas dari 24 persen pada 1999 hingga menjadi 10,64 persen pada Maret 2017.

Darmin mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan ekonomi dalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Kebijakan-kebijakan tersebut, antara lain, bantuan tunai bersyarat (Program Keluarga Harapan) hingga penyediaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). "Hal lain yang tidak kalah penting adalah pembangunan infrastruktur sebagai konektivitas," kata mantan gubernur Bank Indonesia ini.

Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai, studi kasus penduduk miskin ditemukan ada keterkaitan dengan kerusakan infrastruktur. Luhut memaparkan, infrastruktur yang berkaitan dengan jalan di desa-desa, juga memengaruhi tingkat pendidikan warganya. Banyak orang enggan bersekolah karena kerusakan jalan.

Menurut dia, pengentasan masyarakat dari kemiskinan di Indonesia menjadi masalah kompleks. Pertumbuhan ekonomi nasional menurun sejak 2012 hingga 2015. Siklus ekonomi Indonesia tujuh tahunan mengalami resesi mini persisnya pada 2016, tapi tidak terjadi gejolak besar.

Selama ini, dia mengatakan terjadi disparitas pembangunan di bidang infrastruktur, baik jalan, irigasi, maupun kelistrikan yang masih berkutat di wilayah Jawa sebesar 58,4 persen dan Sumatra 22 persen. Menurut dia, konsentrasi ekonomi di Jawa dan Sumatra akibat dari konsentrasi wilayah industri.

Ia menjelaskan, tingkat kemiskinan cenderung lebih tinggi pada wilayah-wilayah terpencil yang jauh dari pusat-pusat ekonomi (Jawa dan Sumatra). Dengan struktur wilayah kepulauan cukup panjang biaya logistik yang rendah menjadi faktor penentu diversifikasi dan pemerataan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

Dengan sumber daya alam yang melimpah terutama di Indonesia Timur, Luhut mengatakan, akan muncul kelas menengah yang merupakan target pasar yang harus dijangkau. Karena itu, terciptanya poros maritim yang bisa mendorong penurunan biaya logistik.

Bangun infrastruktur

Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menginjak usia tiga tahun pada Jumat (20/10). Pembangunan infrastruktur di berbagai sektor gencar dilakukan.

Saat meresmikan Pembukaan Percepatan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi Secara Serempak di Seluruh Wilayah Indonesia Tahun  2017 di Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (19/10), Presiden menilai pembangunan infrastruktur tiga tahun ini lebih baik dibanding pada tahun-tahun sebelumnya.

"Kita lebih baik atau tidak lebih baik?” katanya di hadapan para pekerja konstruksi. Mendengar pertanyaan itu, para pekerja konstruksi serempak menjawab, pembangunan infrastruktur di Indonesia saat ini lebih baik. “Ya untuk sekarang ini kita bangun-bangun terus. Itu untuk mengejar ketertinggalan,” ujar Presiden.

Pembangunan infrastruktur, lanjut dia, dapat memangkas biaya distribusi barang di seluruh daerah di Indonesia. Jokowi mengatakan, biaya transportasi di Indonesia 2-2,5 kali lipat lebih mahal dibandingkan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. "Karena apa? Infrastrukturnya masih belum baik," kata Presiden.

(Editor: Muhammad Iqbal)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement