Jumat 14 Aug 2015 23:35 WIB

Pengamat: Boleh Saja Rizal Ramli Kritik Menteri Rini Soal Pembelian Pesawat

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bayu Hermawan
 Rizal Ramli
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Rizal Ramli

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sehari setelah dilantik menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli langsung terlibat friksi dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, terkait recana pengadaan 30 unit pesawat Airbus 350 untuk Maskapai Garuda Indonesia.

Koordinator BUMN Watch, Naldi Nazar menilai tidak masalah jika Rizal Ramli mengkritik rencana pembelian pesawat tersebut, meski posisinya sebagai Menko Kemaritiman. Menurutnya Menteri BUMN pun tidak perlu terlalu reaktif dengan kritikan tersebut.

"Sah-sah saja sebenarnya orang ngomong. Jangan malah Menteri Rini mencak-mencak. Rakyat pun berhak ngomong," katanya, Jumat (14/8).

Naldi mengaku sependapat jika pengadaan pesawat Garuda untuk melayani rute internasional sebaiknya ditunda dulu, sebab saat ini kondisi perekonomian yang tengah lesu. Ia menilai, rencana pengadaan ini akan memperbesar risiko keuangan Garuda. Sebab, tingkat keterisian kursi untuk rute internasional seperti Eropa selama ini juga rendah. Ditakutkan, ekspansi Garuda ini justru akan merugikan perusahaan.

"Saya yakin tentu Garuda sudah hitung soal ini. Ya kan? Soal kondisi ekonomi begini, saya memang menilai seyogyanya ditunda dulu. Kenapa kita harus nambah utang. Ekonomi kita lagi amburadul. Lebih baik ditunda sampai ekonomi membaik," jelasnya.

Toh, lanjut Naldi, untuk meningkatkan pelayanan bisa dilakukan dengan banyak cara selain pengadaan pesawat baru. Naldi memilih agar Garuda memaksimalkan pelayanan teknis dan operasional yang ada saat ini.

"Kalau untuk meningkatkan kapasitas penjualan baru menambah pesawat. Kalau memang tidak mencukupi, baru perlu penambahan. Soalnya persaingan menang ketat sekali saat ini," katanya lagi.

Berbeda dengan Naldi, pengamat penerbangan Alvin Lie justru mendukung langkah Garuda Indonesia untuk melakukan penyewaan pesawat baru. Alvin menilai, Garuda Indonesia memang lemah dalam okupansi penerbangan internasional. Namun, lanjutnya, justru hal ini yang harus didukung. Garuda harus didukung pemerintah untuk ekspansi pasar.

"Karena potensi penerbangan ke eropa cukup besar. Buktinya ada Lufthansa. Ada KLM. Maskapai timur tengah juga loh. Kita ada perjanjian resiprokal dengan negara itu. Kalau mereka ambil penumpang kita dan kita tidak terbang, kan rugi," ujar Alvin.

Alvin menilai, yang harus dilakukan Garuda bersama dengan pemerintah adalah mengkaji mengapa animo konsumen untuk menggunakan Garuda Indonesia dalam lingkup rute internasional rendah. Pemerintah harus mendukung Garuda meningkatkan daya saing, bukan malah mengecilkan semangat untuk berkembang.

"Kita juga harus evaluasi terhadap strategi pemasaran garuda," katanya.

Mengenai kondisi ekonomi yang tidak stabil, Alvin yakin direksi Garuda telah melakukan kalkulasi yang rinci terkait rencana pengadaan pesawat ini. Alvin justru menegaskan, semua pengadaan pesawat yang dilakukan oleh maskapai penerbangan menggunakan utang sebagai sumber pendanaan.

"Pemimpin perusahaan Garuda kan bukan anak kemarin sore. Pak Arief latar belakangnya kan keuangan. Tentu sudah pikirkan hal itu," ujarnya.

Alvin pun meminta kepada masing-masing menteri untuk memahami batasan masalah yang diurusi. Mengenai Garuda, memang persoalan regulasi penerbangan diatur oleh Kementerian Perhubungan di bawah koordinasi Menko Maritim. Namun, terkait aksi korporasi termasuk pengadaan pesawat, itu di bawah koordinasi Menteri BUMN dan Menko Perekonomian.

"Saya kenal Bang Rizal. Niat dia baik. Hanya saja penyampaian yang kurang pas saja. Saya justru mendorong aksi Garuda. Garuda itu lemah dalam jaringan internasional dan harus didorong," lanjutnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menko Rizal mengeluarkan kritik tajam terkait rencana pengadaan pesawat Airbus 350 sebanyak 30 unit. Rizal menilai, rencana Garuda untuk berhutang 44,5 miliar dolar AS kepada Bank of China Aviation justru akan merugikan Garuda. Terlebih, pengalaman Garuda dalam rute internasional kerap mengalami kerugian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement